Senin, 28 Maret 2011

makalah tentang lembaga lembaga masyarakat kota

A. LEMBAGA LEMBAGA MASYARAKAT KOTA
Kalau kita berbicara tentang lembaga masyarakat kota sangat banyak sekali tapi di sini kami akan menjelaskan lembaga kota pokoknya saja. Diantaranya adalah Lembaga Keluarga, lembaga Agama, lembaga Ekonomi. Lembaga Politik, dan lembaga Pendidikan. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Lembaga Keluarga
Lembaga keluarga merupakan tempat pertama untuk anak menerima pendidikan dan pembinaan. Meskipun diakui bahwa sekolah mengkhususkan diri untuk kegiatan pendidikan, namun sekolah tidak mulai dari “ruang hampa”Sekolah menerima anak setelah melalui berbagai pengalaman dan sikap serta memperoleh banyak pola tingkah laku dan keterampilan yang diperolehnya dari lembaga keluarga.
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan di segala
bidang, manfaatnya semakin hari semakin dirasakan oleh semua kalangan. Revolusi informasi menyebabkan dunia terasa semakin kecil, semakin mengglobal dan sebaliknya privacy seakan tidak ada lagi. Berkat revolusi informasi itu, kini orang telah terbiasa berbicara tentang globalisasi dunia dengan modernitas sebagai ciri utamanya. Dengan teknologi informasi yang semakin canggih, hampir semua yang terjadi di pelosok dunia segera diketahui dan ketergantungan (interdependensi) antar bangsa semakin besar.
Perkembangan tersebut – termasuk didalamnya perkembangan ilmu pengetahuan disamping mendatangkan kebahagiaan, juga menimbulkan masalah etis dan kebijakan baru bagi umat manusia. Efek samping itu ternyata berdampak sosiologis, psikologis dan bahkan teologis. Lebih dari itu, perubahan yang terjadi juga mempengaruhi nilai-nilai yang selama ini dianut oleh manusia, sehingga terjadilah krisis nilai. Nilai-nilai kemasyarakatan yang selama ini dianggap dapat dijadikan sarana penentu dalam berbagai aktivitas, menjadi kehilangan fungsinya (Syahrin Harahap, 1999).
Untuk menyikapi fenomena global seperti itu, maka penanaman nilai-nilai keagamaan ke dalam jiwa anak secara dini sangat dibutuhkan. Dalam hubungan itu, keluarga pada masa pembangunan (dalam konteks keindonesiaan dikenal dengan era tinggal landas) tetap diharapkan sebagai lembaga sosial yang paling dasar untuk mewujudkan pembangunan kualitas manusia dan lembaga ketahanan untuk mewujudkan manusia-manusia yang ber-akhlakul karimah (Melli Sri Sulastri, 1993). Pranata keluarga merupakan titik awal keberangkatan sekaligus sebagai modal awal perjalanan hidup mereka.
Namun fakta di lapangan menunjukan bahwa keluarga tidak lagi berfungsi sebagaimana seharusnya. Tuntutan pekerjaan (ekonomi) orangtua telah menghabiskan waktu interaksi dan komunikasi dengan anggota keluarga lainnya. Bagi kalangan menengah ke atas, bapak yang bekerja di kantor harus pergi lebih pagi untuk menghindari macet dan pulang sudah larut karena target pekerjaan harus dituntaskan, sedangkan ibu sebagai wanita karir memiliki kesibukan yang tak jauh beda dengan sang bapak sehingga anak dititipkan kepada pembantu di rumah atau babysitter. Jelas saja pembantu atau babysitter tidak bisa sepenuhnya menggantikan posisi dan fungsi orangtua sesungguhnya. Hal serupa dialami oleh keluarga yang memiliki latar belakang ekonomi lemah. Orangtua umumnya harus peras keringat banting tulang untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari- hari sehingga anak sering terlantar tidak terurus. Kondisi- kondisi tersebut menyebabkan tersumbatnya kominikasi, interaksi dan afeksi dalam keluarga yang kemudian mengakibatkan anak mencari tempat yang ia anggap nyaman atau dapat memenuhi tuntutan fsikologisnya.
Pada saat yang sama media informasi, dengan segala dampak buruknya terbuka lebar dan lingkungan yang permisif di depan mata dan siap untuk “dinikmati” sang anak sebagai konpensasi keringnya nilai- nilai afeksi dalam keluarga. Alhasil, terjadi individualistik dalam keluarga sebagai dampak dari disfungsi lembaga keluarga. Keadaan ini sudah barang tentu menjadi jaminan pendidikan keagamaan dalam keluarga tidak akan berjalan.
Peran dan fungsi lembaga keluarga
Berangkat dari sebuah hipotesis bahwa untuk merubah sesuatu yang besar, berawal dari yang kecil. Demikian pula untuk merubah suatu negara perlu dimulai dari keluarga. Mau tidak mau semua orang tumbuh dan dibesarkan dari keluarga masing-masing, entah itu sanak famili ataupun orang lain yang dianggap keluarga. Jika keluarga kita bermasalah, maka otomatis akan membawa dampak bagi kehidupan seseorang, terlepas apakah dampak yang ditimbulkan tersebut negatif ataupun positif, dan biasanya berdampak negatif. Seorang presiden, seorang ulama, seorang wakil rakyat atau anggota DPR, seorang pencuri, seorang koruptor, ataukah seorang pelacur, kesemua itu terjadi berawal dari pendidikan keluarga yang diharapkan bisa menjadi bekal disaat menjadi 'orang' nanti. Dari fakta-fakta yang sudah ada, maka betapa besar peran keluarga dalam pembentukan diri dan pengembangan perilaku positif oleh setiap orang dikala ia sudah mulai bersosialisasi dengan masyarakat atau lingkungannya kelak.
Peran Seorang Ibu Banyak anak-anak yang sukses melewati tahap-tahap perkembangannya hingga secara otomatis membanggakan bagi setiap orang tua. Meskipun banyak halang rintang yang musti dilewati dan pasti melibatkan anggota keluarga untuk menggapai kesuksesan tersebut. Pada intinya dari kesemua itu yang sangat berpengaruh adalah peran seorang ibu terhadapnya. Sukses atau tidaknya seseorang yang menentukan adalah dirinya sendiri, tergantung kemampuan dan integritasnya setelah sekian lama menjalani hidup.
Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya." Mulai sejak lahir bahkan masih dalam kandunganpun, seorang ibu sudah memberikan didikan bagi Sang buah hatinya, namun kebanyakan mereka tidak menyadari. Dalam hal ini penekanananya adalah peran seorang ibu, tentunya tidak mengesampingkan peran seorang ayah dalam sebuah keluarga. Karena begitu pentingnya peran seorang ibu dalam keluarga, maka seorang ibu harus memiliki ilmu ekstra atau tambahan jam belajar demi kesejahteraan keluarganya.
Peran Seorang Ayah Tentunya mendidik anak tidak bisa dibebankan pada seorang ibu semata. Dalam suatu sistem membutuhkan seorang pimpinan. Karena tidak ada jamaah tanpa pimpinan, dan tidak ada pimpinan jika tidak ada ketaataan. Jadi kembali lagi pada peran seorang ayah dalam keluarga. Seorang ayah dimana bertindak sebagai pemimpin keluarga telah dipesan oleh Allah dalam firmanNya dalam QS At-tahrim 6, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” Memang seorang ayah harus bisa merangkul seluruh keluarganya dan mampu mempertahankan diri dari arus perkembangan jaman yang semakin lama tidak sesuai dengan tuntunan. Semakin kuat memegang, semakin tidak bisa diombang-ambingkan dan pegangan yang paling bisa diandalkan dan selalu sesuai dengan perkembangan jaman adalah Al-Qur’an. Figur seorang pimpinan harus tegas. Tegas bukan berarti keras, namun dilandasi dengan penuh kasih sayang dan ada konsekunsi dalam setiap tindakan yang ia lakukan.
Dalam mendidik anak perlu konsekuansi dan konsisten agar dalam diri anak tertanam suatu pemahaman terhadap suatu makna kehidupan, meskipun baru semacam 'behavior’ (tingkah laku) atau imitasi, belum berdasarkan pemahaman (tingkat kognitif). Ketegasan yang ada pada figur seorang ayah dapat ditunjukkan dengan amar ma'ruf nahi munkar, saling tawassau antar sesama anggota keluarga. Itulah salah satu bentuk hakikat kasih sayang yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin keluarga. Ia akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memelihara keluarganya agar terhindar dari azab Allah. Jika telah terjadi seperti anak tidak menurut pada orang tua ketika beranjak dewasa, maka orang tua perlu evaluasi diri. Apakah didikan yang diberikannya selama ini sudah benar? Karena sesungguhnya kebaikan yang ada pada kita datangnya dari Allah, dan keburukan yang menimpa kita pada hakikatnya dari kita sendiri. Oleh karena itu, pentingnya evaluasi diri untuk meningkatkan keterampilan kita agar tetap eksis dalam kehidupan. Mungkin perlu digarisbawahi bahwa masalah yang sebenarnya adalah kurangnya kesadaran untuk meningkatkan kemampuan kita.
2. Lembaga Agama
Agama memiliki peran penting dalam kehidupan umat manusia. Ia memberikan landasan normatif dan kerangka nilai bagi kelangsungan hidup umatnya. Ia memberikan arah dan orientasi duniawi di samping orientasi ukhrowi (eskatologis). Dalam konteks ini, secara sosiologis agama merupakan sistem makna sekaligus sistem nilai bagi pemeluknya. Tetapi di era modern ini peran agama tergeser oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agama tidak lagi memiliki peran dominan dalam domain sosial kemasyarakatan. Justru Ia ditempatkan ke dalam wilayah privat, sementara wilayah publik diserahkan kepada manusia itu sendiri. Hal ini terja.di -menurut beberapa pengamat- karena proses sekularisasi. Di Indonesia gejala ini mulai tampak, terutama di kalangan kelas menengah. Persoalan ini secara deskriptif dikupas dalam penelitian ini.
Dan hasil penelitian terungkap bahwa telah terjadi perubahan persepsi masyarakat muslim kelas menengah terhadap peran agama. Mereka memandang peran agama terutama yang dimainkan tokoh agama semisal kyai dan ustadz- mengalami penurunan relatif menonjol. Hal ini terlihat dalam kemampuan mereka mempengaruhi masyarakat. Di samping itu, otoritas, penghargaan sosial, dan kredibilitas mereka juga dipertanyakan. Temuan lainnya yang menarik adalah bahwa mereka menganggap organisasi-organisasi keagamaan baik formal maupun informal semisal Depag, MUI, NU, dan Muhammadiyah tidak signifikan lagi karena dipandang cenderung membawa suara pemerintah. Justru sebaliknya, mereka menaruh minat terhadap kelompok-kelompok pengajian semisal Paramadina karena memberikan ruang untuk memahami agama secara ilmiah.
3. Lembaga Ekonomi
1. Pengertian
Lembaga ekonomi ialah Lembaga yang mempunyai kegiatan bidang ekonomi demi terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
2. Fungsi lembaga ekonomi:
• Memberi pedoman untuk mendapatkan bahan pangan
• Memberi pedoman untuk barter dan jual beli barang
• Memberi pedoman untuk menggunakan tenaga kerja dan cara pengupahan
• Memberi pedoman tentang cara pemutusan hubungan kerja
• Memberi identitas diri bagi masyarakat
Tujuan lembaga ekonomi adalah terpenuhinya kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup masyarakat.
3. unsur penting dalam kegiatan ekonomi:
1. Produksi
• Ekstraktif : memungut/mengambil langsung dari alam tanpa mengubah sifat dan bentuk barang
2. • Agraris : dengan mengolah tanah untuk menanam tumbuh tumbuhan
• Industri : dengan mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi dan bahan jadi
• Jasa : penyediaan dan layanan bagi orang lain
• Perdagangan : bergerak dibidang jual beli barang, sehingga terjadi perpindahan hak milik.
4. Lembaga Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
• politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
• politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
• politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
• politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
5. Lembaga Pendidikan
Peranan pendidikan dalam kehidupan sangat penting. Menurut UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Demikian pentingnya peranan pendidikan, maka dalam UUD 1945
diamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk mendapat pendidikan,
pengajaran dan pemerintah mengusahakan untuk menyelenggarakan suatu sistem
pendidikan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang.
Perguruan tinggi sebagai salah satu instrumen pendidikan nasional
diharapkan dapat menjadi pusat penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan
tinggi serta pemeliharaan, pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan kesenian sebagai suatu masyarakat ilmiah yang dapat
meningkatkan mutu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-
Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS),
penyelenggara pendidikan tinggi nasional yang berlaku di Indonesia dilakukan
oleh pemerintah melalui Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi
Kedinasan (PTK), Perguruan Tinggi Agama (PTA), maupun swasta melalui
Perguruan Tinggi Swasta (PTS)

Resume Etika Politik

ETIKA POLITIK
Berbicara mengenai etika tentu tidak lepas dari apa yang kita. lakukan sehari-hari. Perilaku yang kita lakukan dalam kehidupan bermasyarakat haruslah memperhatikan tiga unsur yaitu bermoral, mempunyai nilai dan tentunya harus sesuai dengan norma yang ada, baik itu norma-norma sosial yang ada maupun norma-norma keagamaan. Dalam tulisan kita akan membahas mengenai etika politik yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Kita tahu bahwa Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem demokrasi, dimana kebebasan berpendapat pada setiap warga Negara tdak lagi menjadi hal yang tabu, tapi kini setiap orang berhak mengeluarkan pendapat mereka selama itu masih dalam batas kewajaran. Hal ini kemudian menjadi tameng untuk para politisi dinegri ini semakin merajalela mengeluarkan pendapat yang sifatnya kadang memjurus kearah yang negatif. Hal ini dapat kita buktikan sendiri dengan banyaknya para politisi yang terang-terangan mengeluarkan pendapat yang menyinggung orang lain dengan maksud menjatuhkan lawan politiknya tersebut. Dewasa ini dunia politik tak lagi menjadi pembelajaran yang bermamfaat bagi masyarakat, apalagi dalam hal beretika. Tak ada lagi pertimbangan mengenai moral, tak ada lagi nilai-nilai yang dapat diambil, dan tak ada lagi norma-norma yang harus diperhatikan. Yang ada adalah kebebasan yang kebablasan. Bahkan sekarang ini seorang Presiden saja bisa digosipkan oleh lawan politiknya. Hal inilah yang melahirkan istilah dikalangan politikus yaitu Politisasi Gosip. Selain itu dalam hal kampanye pilkada juga kita sering melihat masing-masing kandidat seringkali saling menyindir satu sama lain, bahkan merekan tidak segan-segan ntuk melakukan pembunuhan karakter terhadap lawan politiknya. Kalau kita mau berbicara tentang etika berpolitik saat ini rasanya sangat tidak cocok, karena yang ada adalah takan ada lagi etika yang dapat menjadi tauladan bagi kita untuk dijadikan pembelajaran, melainkan kini hanya menjadi berita yang tak ubahnya infoteiment yang menebar gosip kemana-mana. Gosip yang menjadi hiburan bagi masyarakat sekaligus bahan tertawaan masyarakat dan celaan yang tak pantas lagi dijadikan pelajaran. Inikah Etika Berpolitik Negara ini..???.
Kalau kita bicara tentang etika politik, kita harus tahu terlebih dahulu apasih etika itu? Menurut Dr. Sunoto dalam bukunya mengenal filsafat Pancasila, mendifinisikan Etika adalah filsafat kesusilaan dan kesusilaan tersebut berasal dari dalam diri manusia dan memberi pengaruh luar. Masih banyak lagi definisi tentang Etika diantaranya filsafat moral dan moral adalah berasal dari kata mores yang artinya adat istiadat. Adat istiadat ialah suatu yang ada di luar diri manusia dan memberi pengaruh ke dalam. Oleh karena itu kita bisa sedikit menyimpulkan bahwa etika itu membicarakan tentang seluruh kepribadian baik hati nurani, ucapan dan perbuatan manusia baik sebagai pribadi ataupun sebagai kelompok. Meskipun hati nurani adalah yang paling penting, tetapi ia adalah yang paling sukar untuk di ketahui. Suatu pepatah mengatakan dalamnya laut bisa di duga, dalamnya hati siapa yang tahu. Orang yang tampaknya tenang, belum tentu tidak mempunyai persoalan. Itulah sekilas tentang etika. Setelah kita sekilas paham tentang etika, kita harus menelusuri apasih definisi tentang politik itu? sendiri. Mari kita mulai dengan mencari tahu geneologis tentang politik. Menurut Aristoteles dalam Nichomachean Ethics, politik adalah sesuatu yang indah dan terhormat. Sedangkan menurut Plato dalam bukunya, Republic, politik itu agung dan mulia, yakni sebagai wahana membangun masyarakat utama. Sebuah masyarakat berkeadilan yang terwujud dalam tatanan sosial yang berlandaskan pada hukum, norma, dan aturan sehingga tercipta keadilan, kesejahteraan dan kemaslahatan umum. Atau, dengan ungkapan lain, politik bagi Plato, adalah jalan mencapai apa yang disebut a perfect society; dan bagi Aristoteles adalah cara meraih apa yang disebut the best possible system that could be reached (Hacker, 1961).
Sedangkan politikus adalah kumpulan negarawan yang dengan kearifan dan kebijakannya mampu melahirkan gagasan-gagasan luhur yang memberi pencerahan kepada masyarakat. Dan, bagi politikus, ada tiga tugas yang diembannya. Pertama, sebagai legal drafter, yaitu pembuat undang-undang yang menjamin tegaknya keadilan sosial dan keteraturan hidup bermasyarakat. Kedua, sebagai policy maker, yaitu memiliki kesanggupan merumuskan kebijakan-kebijakan strategis yang memihak kepentingan publik. Ketiga, sebagai legislator, yaitu sebagai penyambung lidah rakyat, guna mengartikulasikan aspirasi dan menyuarakan kepentingan konstituennya.
Untuk menunaikan tugas-tugas itu, para politikus dituntut untuk memiliki beberapa kriteria: Pertama, memiliki pengetahuan dan wawasan bernegara yang luas dan mendalam. Kedua, memiliki kearifan dan kebijakan yang melahirkan inspirasi. Ketiga, memiliki kepribadian dan perilaku terpuji yang layak diteladani. Tidak heran, para politisi yang duduk di parlemen lazim disebut "anggota dewan terhormat", sebuah sebutan yang sarat dengan sanjungan yang bernada memuliakan.
Jadi bisa disimpulkan bahwa Etika politik adalah upaya untuk semakin memperluas lingkup kebebasan dan menciptakan institusi-institusi yang lebih adil". Definisi ini mengacu pada:
Pertama, lingkup kebebasan yang dimaksud tentu saja adalah kebebasan sosial-politik, artinya syarat-syarat fisik, sosial dan politik yang perlu untuk pelaksanaan kongkret kebebasan, termasuk jaminan terhadap hak-hak. Ini mencakup kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan sebagainya.
Kedua, menciptakan institusi-institusi yang lebih adil. Mengapa keadilan menjadi keutamaan terpenting dari institusi sosial? Ini tidak bisa dilepaskan dari struktur masyarakat.
Tetapi sangat-sangat disayangkan dalam kenyataan sehari-hari di panggung politik, hingga kini, praktek politik tidaklah seindah dan terhormat sebagaimana dalam bayangan pemikiran para filosof klasik yang sarat dengan muatan etika politik modern itu.
Kita bisa mengambil contoh saja para elit politik dengan sangat gampang berubah sikap politik, hari ini ke utara besuk berubah ke selatan. Apakah ini yang di namakan etika politik? Tidak kan, sekarang yang timbul pertanyaan adalah apakah para politikus tidak memahami etika politik? Tampaknya, kebobrokan perilaku elite politik bukan terletak pada kurangnya pemahaman terhadap etika politik, melainkan karena kemiskinan refleksinya. Etika politik tidak direfleksikan secara jernih lalu dikembangkan untuk kemaslahatan umum, melainkan disempitkan hanya untuk kepentingan pribadi dan golongan. Politik adalah agung dan mulia dalam nilai-nilai universalitasnya, tetapi disempitkan hanya untuk mendapatkan hasil secara ekonomis.
Padahal sebenarnya tujuan dari etika politik itu sendiri adalah mengarah ke hidup lebih baik, bersama dan untuk orang lain, dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil. Tetapi realitasnya, penyelenggaraan negara direduksi menjadi manajemen kepentingan individu dan kelompok. Politik tidak lagi seperti yang dikatakan Hannah Arendt sebagai seni untuk mengabadikan diri dengan menjamin kebebasan setiap individu dan mengupayakan kesejahteraan.

Sedangkan etika politik merupakan masalah etika sosial, tidak bisa dilepaskan dari tindakan kolektif dan struktur sosial. Maka, tidak cukup bahwa premis normanya sahih. Masih harus ada syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat. Meskipun seseorang mempunyai gagasan bagus belum tentu bisa diterapkan dalam tindakan kolektif. Perlu proses persuasi agar bisa diterima oleh sebanyak mungkin anggota masyarakat.

Jadi hubungan antara visi dan tindakan tidak langsung, harus melalui mediasi (perantara). Mediasi ini berupa simbol-simbol dan nilai-nilai, simbol-simbol agama, demokrasi, nilai-nilai keadilan, solidaritas, kebebasan. Nilai-nilai dan simbol-simbol itu mengantar kepada kesepakatan untuk bertindak. Etika politik erat terkait dengan motivasi, sarana dan tujuan tindakan kolektif (subyektif). Akan tetapi, ada faktor obyektif tindakan kolektif, yaitu struktur sosial. Struktur sosial mengkondisikan tindakan kolektif, mempermudah atau menghambat.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa etika politik mengandalkan pemahaman dialektika aktor dan struktur sosial, artinya struktur-struktur sosial hanya ada karena diciptakan, dihidupi, dipelihara oleh pelaku-pelaku sosial, maka perubahan struktur sosial pun hanya bisa dilakukan oleh pelaku-pelaku sosial, sebaliknya, pelaku sosial, kendati bebas, dikondisikan oleh struktur-struktur sosial tersebut. Dimensi moral berhadapan dengan struktur-strukur sosial tersebut terletak di dalam pilihan-pilihan orang akan tatanan sosial, politik atau ekonomi yang ingin diwujudkan dalam kehidupan bersama.
Paul Ricocur dengan tajam mendefinisikan etika politik. "
Dalam struktur masyarakat sudah terkandung berbagai posisi sosial. Posisi dan harapan masa depan yang berbeda-beda itu sebagian ditentukan oleh sistem politik dan kondisi sosial ekonomi. Institusi-institusi sosial tertentu mendefinisikan hak-hak dan kewajiban serta mempengaruhi masa depan hidup setiap orang. Jadi institusi-institusi itu sudah merupakan sumber kepincangan karena sudah merupakan titik awal keberuntungan bagi yang satu dan sumber kemalangan bagi yang lain. Maka, etika politik harus mengupayakan cara-cara yang memungkinkan institusi-institusi sosial mendistribusikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dasariah serta menentukan pembagian keuntungan hasil kerja sama sosial. Keadilan yang diarah bukan ingin menghapus ketidaksamaan, melainkan berusaha memastikan terjaminnya kesempatan sama sehingga kehidupan seseorang tidak ditentukan oleh keadaan tetapi ditentukan oleh pilihannya.
Apakah Etika Politik itu ?
Tujuan etika politik adalah mengarahkan ke hidup baik, bersama dan untuk orang lain, dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil (Paul Ricoeur, 1990). Definisi etika politik membantu menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif, dan struktur-struktur yang ada. Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar etika individual perilaku individu dalam bernegara. Pengertian etika politik dalam perspektif Ricoeur mengandung tiga tuntutan, pertama, upaya hidup baik bersama dan untuk orang lain...; kedua, upaya memperluas lingkup kebebasan..., ketiga, membangun institusi-institusi yang adil. Tiga tuntutan itu saling terkait. "Hidup baik bersama dan untuk orang lain" tidak mungkin terwujud kecuali bila menerima pluralitas dan dalam kerangka institusi-institusi yang adil. Hidup baik tidak lain adalah cita-cita kebebasan: kesempurnaan eksistensi atau pencapaian keutamaan. Institusi-institusi yang adil memungkinkan perwujudan kebebasan dengan menghindarkan warganegara atau kelompok-kelompok dari saling merugikan. Sebaliknya, kebebasan warganegara mendorong inisiatif dan sikap kritis terhadap institusi-institusi yang tidak adil. Pengertian kebebasan yang terakhir ini yang dimaksud adalah syarat fisik, sosial, dan politik yang perlu demi pelaksanaan kongkret kebebassan atau disebut democratic liberties: kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan sebagainya.
Dalam definisi Ricoeur, etika politik tidak hanya menyangkut perilaku individual saja, tetapi terkait dengan tindakan kolektif (etika sosial). Dalam etika individual, kalau orang mempunyai pandangan tertentu bisa langsung diwujudkan dalam tindakan. Sedangkan dalam etika politik, yang merupakan etika sosial, untuk dapat mewujudkan pandangannya dibutuhkan persetujuan dari sebanyak mungkin warganegara karena menyangkut tindakan kolektif. Maka hubungan antara pandangan hidup seseorang dengan tindakan kolektif tidak langsung, membutuhkan perantara. Perantara ini berfungsi menjembatani pandangan pribadi dengan tindakan kolektif. Perantara itu bisa berupa simbol-simbol maupun nilai-nilai: simbol-simbol agama, demokrasi, dan nilai-nilai keadilan, kebebasan, kesetaraan, dan sebagainya. Melalui simbol-simbol dan nilai-nilai itu, politikus berusaha meyakinkan sebanyak mungkin warganegara agar menerima pandangannya sehingga mendorong kepada tindakan bersama. Maka politik disebut seni karena membutuhkan kemampuan untuk meyakinkan melalui wicara dan persuasi, bukan manipulasi, kebohongan, dan kekerasan. Etika politik akan kritis terhadap manipulasi atau penyalahgunaan nilai-nilai dan simbol-simbol itu. Ia berkaitan dengan masalah struktur sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang mengkondisikan tindakan kolektif.

Etika politik vs Machiavellisme
Tuntutan pertama etika politik adalah "hidup baik bersama dan untuk orang lain". Pada tingkat ini, etika politik dipahami sebagai perwujudan sikap dan perilaku politikus atau warganegara. Politikus yang baik adalah jujur, santun, memiliki integritas, menghargai orang lain, menerima pluralitas, memiliki keprihatinan untuk kesejahteraan umum, dan tidak mementingkan golongannya. Jadi, politikus yang menjalankan etika politik adalah negarawan yang mempunyai keutamaan-keutamaan moral. Dalam sejarah filsafat politik, filsuf seperti Socrates sering dipakai sebagai model yang memiliki kejujuran dan integritas. Politik dimengerti sebagai seni yang mengandung kesantunan. Kesantunan politik diukur dari keutamaan moral. Kesantunan itu tampak bila ada pengakuan timbal balik dan hubungan fair di antara para pelaku. Pemahaman etika politik semacam ini belum mencukupi karena sudah puas bila diidentikkan dengan kualitas moral politikus. Belum mencukupi karena tidak berbeda dengan pernyataan. "Bila setiap politikus jujur, maka Indonesia akan makmur". Dari sudut koherensi, pernyataan ini sahih, tidak terbantahkan. Tetapi dari teori korespondensi, pernyataan hipotesis itu terlalu jauh dari kenyataan (hipotetis irealis).
Etika politik, yang hanya puas dengan koherensi norma-normanya dan tidak memperhitungkan real politic, cenderung mandul. Namun bukankah real politic, seperti dikatakan Machiavelli, adalah hubungan kekuasaan atau pertarungan kekuatan? Masyarakat bukan terdiri dari individu-individu subyek hukum, tetapi terdiri dari kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan yang saling berlawanan. Politik yang baik adalah politik yang bisa mencapai tujuannya, apa pun caranya. Filsuf Italia ini yakin tidak ada hukum kecuali kekuatan yang dapat memaksanya. Hanya sesudahnya, hukum dan hak akan melegitimasi kekuatan itu. Situasi Indonesia saat ini tidak jauh dari gambaran Machiavelli itu. Politik dan moral menjadi dua dunia yang berbeda. Etika politik seakan menjadi tidak relevan. Relevansi etika politik terletak pada kemampuannya untuk menjinakkan kekuatan itu dan mengatur kepentingan-kepentingan kelompok dengan membangun institusi-institusi yang lebih adil.
Etika politik di andonesia

Interaksi Social

A. Pengertian Interaksi Social
Para ahli interksi simbolik, seperti G. H. Mead (1863-1931) dan C.H. Cooly (1846-1929). Memusatkan perhatiannya terhadap interaksi antara individu dan kelompok. Mereka menemukan bahwa orang-orang berinteraksi terutama menggunakan symbol-simbol yang mencakup tanda isyarat dan yang paling penting, melalui kata kata yang tertulis dan lisan.
Para ahli dalam bidang perspektif modern, seperti Erving goffman (1959) dan Herber blumer (1962) menekankan bahwa orang tidak menanggapi orang lain secara langsung, sebaliknya mereka menanggapi orang lain sesuai dengan ”Bagaimana mereka membayangkan orang itu”. Dalam perilaku manusia. “kenyataan bukan suatu yang tampak saja, Kenyataan dibangun dengan alam pikiran orang-orang pada waktu mereka saling menilai dan menerka perasaan dan gerak hati satu sama lain.
B. 1. Model atau Bentuk Interaksi Social Antar Umat Beragama
Masyarakat pulau Enggado tergolong masyarakat petani dan nelayan yang masih tradisional. Masyarakat hidup membaur dalam pluralitas etnis suku bangsa, social dan agama. Secara historis kehidupan masyarakat ini belum pernah mengalami konflik antar umat beragama, kecuali masalah criminal biasa. Karena para penganutnya tidak pernah mempersoalkan masalah perbedaan baik masalah social, ekonomi maupun Agama, oleh karena itu fonemena suasana kenersamaan antar umat beragama tampak dalam beberapa aktifitas, antara lain: a. kerjasama social yang melibatkan antar umat beragama, seperti dalam upacara perkawinan, kematian, pembukaan lahan dan pembangunan sarana dan prasarana umum. b. saling kunjung para tokoh agama baik ke gereja ataupun ke masjid
Berdasarkan fenomena ini terwujudnya interaksi social antar umat beragama tersebut di dorong leh beberapa factor:
a. Faktor Tradisi, yang ada sejak nenek moyang yang bersifat gotong royong dan tolong menolong.
b. Aktor kekerabatan antar suku bangsa , yang di gunakan untuk menyelesaikan sengketa.
c. Faktor misi Dakwah, yang menekannkan Aspek kemanusiaan dan pemberdayaan umat.
d. Factor kerjasama antar tokoh Agama, pemimpin Adat dan aparat pemerintah.
e. Ada persepsi antar umat beragama, bahwa perbedaan agama adalah masalah yang lazim dan harus di terima.
f. Tidak adanya provokasi yang menimbulkan perpecahan, baik oleh masyarakat atau pemimpin maupun pihak ketiga.
2. Tradisi-Tradisi Agama Islam, Hindu dan Budha
Posisi geografis Indonesia memberi peluang yang besar bagi masuknya kebudayaan asing secara lebih muda dan cepat. Keuntungan geografis ini melahirkan keuntungan-kuntungan ekonomi, politis, social dan cultural. Keadaan ini berlangsung sejak awal masehi, tak heran bila bentuk dan corak praktik kepercayaan dan budaya yang ada di Indonesia cukup beragam dan pluralistic. Jika kita melihat praktek dan bentuk kepercayaan, misalnya, hindu atau budha di India, tak akan sama dengan yang ada di Indonesia atau jika bila melihat tradisi umat islam yang ada di arab atau timur tengah lainnya akan sedikit atau banyak berbeda dengan apa yang di praktekkan di Indonesia. Ini terjadi karena setiap bangsa dan suku memiliki caranya masing-masing dalam menerima, merespon dan mengadaptasi budaya asing yang datang kepadanya. Selanjutnya, orang Indonesia khususnya bagian timur, mengenal pula agama Kristen yang dibawa oleh portugis (katolik) dan belanda (Protestan). Dari hasil peninggalan-peninggalan kerajaan Hindu, Budha dan Islam terlihat jelas pengaruhnya terhadap segi politik, social, system tatanegara, bahasa, kesusastraan, seni arsitektur, seni rupa, dan aspek-aspek kepercayaan.
Pada bagian dua ini kita akan lebih mendalami hasil Interaksi antara budaya pribumi-lokal, dengan budaya hindu budha dan islam sebagai tradisi dan budaya “baru”. Akan terlihat bagaimana masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia. Kalau kita melihat sejarah, diperkirakan agama yang masuk keindonesia adalah agama budha khususnya masuk di Sumatra (Sriwijaya pada abat ke 7) sebelum akhirnya ke jawa tengah. Setelah itu baru agama Hindu yang masuk ke Indonesia. Khususnya Kalimantan dan jawa bagian barat, tengah dan kemudian timur.
Proses interaksi masyarakat Indonesia dengan budaya asing berlanjut terus menerus hingga datanglah islam yang di mulai dari pasai hingga tidure-ternate. Dari malaka hingga maluku, ketika islam datang masyarakat Indonesia dalam pengaruh hindu-Budha yang masing-masing hidupnya berdampingan. Kedatangan kaum muslim di terima dengan baik oleh masyarakat pribumi Indonesia. Terutama kaum bangsawan dan pedagang. Melalui pendekatan budaya, pengenalan islam sebagai agama pendatang kepada masyarakat Indonesia penganut hindu budha. Berproses cukup damai, peranan para ulama dalam penyebaran agama islam di sambut oleh masyarakat karena dakwah yang dilakukan menggunakan pendekatan yang menyesuaikan dengan adapt local, tanpa meghilangkan tradisi sebelumnya.
Dengan demikian, ajaran islam dapat di terima dengan mudah dan tanpa ketakutan, kaum ulama menyadari bahwa masyarakat Indonesia bersifat plural dan beraneka ragam budaya dan suku bangsa. Unsur-unsur budaya yang masih melekat dan dapat dirasakan hingga sekarang adalah: Tahlilan, Halal bi halal, berziarah, Tahlilan merupakan kekhasan sendiri yang tidak di temui pada masyarakat islam di timur tengah. Tahlilan adalah cara doa bersama yang di adakan oleh keluarga orang yang meninggal, yang di ikuti oleh sanak keluarga orang yang meninggal. Tahlilan pada dasarnya itu mengucapkan “la ilaha illallah” yang berarti tiada tuhan selain allah. Acara taahlilan ini lazimnya dilakukan selama tujuh hari berturut-turut setelah itu peringatan 7, 40, 100 hari bahkan sampai 1000 hari kemudian. Disini terlihat bahwa acara tahlilan ini bukan sepenuhnya ajaran murni islam, Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengadakan tahlilan bila ada yang meninggal, melainkan dengan mendoakannya agar orang meninggal tersebut diampuni dosanya dan di terima keimanan islamnya.
Halal bi halal merupakan acara saling maaf memaafkan antar sesame umat islam. Di Indonesia acara ini biasanya dilakukan pada bulan terakhir ramadhan yakni perayaan idul fitri. Bila di Negara timur tengah acara ini dilakukan pada awal Ramadhan tapi di ndonesia cenderung dilakukan pada akhir ramadhan. Bila di telusuri kebiasaan ini dilakukan sejak zaman kesultanan non arab yang memiliki budaya sendiri sebelum islam datang. Jadilah, budaya local (non arab) tersebut saling berdialektika dengan tradisi asli islam. Ziarah yakni berkunjung kepada makan untuk mendoakan almarhumagar iman islamnya di terima disisinya dan dihapuskan dosa-dosanya. Pada perkembangannya kegiatan ini disisipi kehendak-kehendak yang tidak ada hubungannya dengan islam. Tradisi ini bercampur padu dengan pemujaan nenek moyang atau dewa-dewa hindu budha dan hasilnya sang penziarah bukan mendoakan malah memiliki tujuan lain yaitu memintak kekuata ghoib kepada roh nenek moyang.
C. Pandangan Marx Weber tentang Interaksi dalam Agama
Buku Weber yang terkenal berjudul The Protestant Ethic and the spirit of capitalism diterbitkan pada tahun 1904. dalam buku ini yang merupakan langkah pertama baginya untuk memasuki bidang kajian sosiologi agama. Weber membahas hubungan antara berbagai kepercayaan keagamaan dan etika praktis, dan khususnya etika dalam kegiatan ekonomi. Dikalangan masyarakat barat sejak abad ke 16 sampai sekarang. Persoalan ini dalam konteks agama-agama dan peradaban-peradabanyang berbeda-beda, tetap menjadi perhatian utama, dan kajiannya terhadap agama yahudi kuno dan berbagai agama di India dan china. Serta agama yunani-romawi dan Kristen sektariat, seluruhnya terkait dengan masalah tersebut, namun demikian, meskipun masalah etika ekonomi itu merupakan pusat perhatiannya tapi lingkup kajiannya sangat luas sekali menjangkau seluruh hubungan yang mungkin terjadi antara berbagai corak masyarakat dan agama. Untuk mengikuti alur pemikirannya cara yang paling sederhana untuk memulainya adalah menganalisis argument yang dikemukakannya dalam bukunya yang mengenai etika protestan tersebut. Dan kemudian memperhatikan bagaimana hal itu bisa mengantarkannya kepada kajian komperatif terhadap agama-agama dan berbagai struktur social yang lain.
Tugas pertama yang dilakukan adalah menampilkan bukti mengenai hubungan antara berbagai bentuk tertentu agama protestan dan perkembangan yang sangat cepat menuju kapitalisme. Dia mengemukakan contoh terkenal di negri belanda pada abad ke 16 da 17, mengenai pemilikan bersama dalam kegiatan usaha kapitalis di kalangan keluarga huguenos dan orang-orang perancis pada abad ke 16 dan 17, dikalangan puritan di inggris, dan lebih dari itu juga di kalangan para penganut cabang puritanisme inggris yang menetap di amerika dan mendirikan wilayah di new England. Dia tertarik dengan contoh-contoh ini karna contoh ini mewakili kejaian dimana berbagai sikap baru dalam kegiatan ekonomi secara dramatic mengalakan tradisionlisme ekonomi yang lama.
Pandangan weber mengenai hal ini adalah bahwa penolakan terhadap tradisi atau perubahan sangat cepat pada metode dan valuasi terhadap kegiatan ekonomi seperti itu tidak akan mungkin terjadi tanpa dorongan moral dan agama. Namun dia juga tetap mengajukan bukti mengenai tetap adanya perbedaan dalam cara yang di tempuh oleh berbagai kelompok keagamaan untuk ikut ambil bagian dalam kapitalisme yang mapan pada masanya sendiri. Di jerman dan prancis serta Hongaria, dia menyatakan dengantegas bahwa distribusi pekerjaan dan persiapan pendidikan bagi mereka menujjukan bahwa para penganut Kristen protestan calvinis lebih besar kemungkinan untuk memainkan peranan dalam dunia usaha dan manajerial serta melaksanakan pekerjaan di berbagai organisasi modern berskala besar., disbanding dengan para penganut katoloik atau protestan aliran Lutheran. Kedua kelompok yang disebut belakangan ini cenderung tetap menekuni pekerjaan di bidang pertanian dalam bidang-bidang usaha berskala kecil.
D. Dialog antar Agama
Apa Dialog itu? Hidup berdampingan antar bermacam kelompok pemeluk agama dengan toleransi dan penuh kedamaian adalah sangat baik. Akan tetapi, hal itu belum dinamakan dialog antar bermacam agama. Juga dialog itu bukan hanya memberi informasi, mana yang sama mana yang beda, antara ajaran satu dengan ajaran yang lain.
Dialog antar agama bukan suatu usaha untuk membentuk agama baruyang dapat di terima oleh orang banyak. Dialog adalah juga bukan berdebat adu argumentasi antara berbagai kelompok pemeluk agama. Dialog juga bukan suatu usaha mintak pertanggung jawaban kepada orang lain dalam menjalankan aganya.
Lalu apa dialog antar agama itu? Dialog antar agama adalah pertemuan hati dan pikiran antar pemeluk berbagai agama. Dialog adalah komunikasi antara orang-orang yang percaya pada tingkat agama. Dialog adalah jalan bersama untuk mencapai kebenarandan kerjasama dalam proyek-proyek yang menyangkut kepentingan bersama.
Seorang muslim yang berjumpa dengan pemeluk agama lain dalam Dialog adalah sebagai seorang muslim. Demikian juga halnya dengan seorang Kristen, hindu atau budha yang berjumpa dengan orang yang beragama lain. Ia bermaksud berbakti kepada tuhan dan diharapkan orang yang di ajak bicara juga mempunyai tujuan yang sama. Yaitu ia mau mendengarkan pandangan yang diajukan olehnya dan bersedia untuk belajar daripadanya.
Dialog antar agama membiarkan utuh hak setiap orang untuk mengamalkan keyakinannya dan menyampaikan kepada orang lain. Dan tidak menuntut para pesertanya untuk meninggalkan kepercayaan agamanya pada waktu Dialog. Dialog anta ragama adalah suatu perjumpaan yang sungguh-sungguh, bersahabat dan berdasarkan hormat dan cinta dalam tingkatan agama antara berbagai kolompok pemeluk agama.
Adapun bentuk-bentuk Dialog antar agama antara lain adalah: pertama Dialog kehidupan. Pada tingkatan ini orang dari berbagai macam agama atau keyakinan hidup bersama dan kerjasama untuk saling memperkaya keyakinan masing-masing. Hal ini terjadi pada keluarga, sekolah, angkatan bersenjata, rumah sakit, industri, kantor dan lain sebagainya.
kedua Dialog dalam kegiatan social, untuk meningkatkan harkat umat manusia dan pembebasan integral dari umat itu. Berbagai macam agama bisa bekerja sama melaksanakan proyek-proyek pembangunan dengan tujuan untuk menghilangkan kemiskinan dan kebodohan. Ketiga Dialog komunikasi pengalaman agama, seperti Doa, Meditasi, Ingan kepada Tuhan, tafakkur dan dzikir kepada tuhan. Dan yang keempat adalah dialog untuk doa bersama Dialog ini seringkali dilakukan dalam pertemuan agama-agama internasional. Yang didatangi oleh berbagai macam kelompok beragama. Misalnya dialog untuk doa bersama yang dilakukan pada tanggal 27 oktober 1986, hari doa sedunia untuk perdamaian.
E. Pengaruh Interaksi dalam Agama terhadap Kehidupan Masyarakat
Sebelumnya kita pasti sudah faham bahwa masyarakat Indonesia itu sangat pluralistic yang terdiri bermacam suku bangsa, bahasa, dan sebagainya termasuk pula terdiri dari bermacam-macam agama di antaranya islam, Kristen, hindu, budha dan itu sama juga di dukung oleh keadaan geografisnya yang sangat luas sehingga membuat masyarakatpun menyebar dan berkembang dengan pesat.
Kemudian untuk menciptakan hubungan masyarakat mulai dari antar suku bahasa, bangsa dan beragama dengan baik maka diperlukan juga system interaksi yang baik pula karna kalau tidak, akan berdampak tidak baik. Seperti bisa terjadinya konflik baik itu konflik antar suku, ras, seagama maupun antar umat beragama. Seperti yang masih terjadi di kalangan kita yaitu satu agama tapi berbeda organisasi.

Faktor-Faktor Dan Pengaruh Sosial Ekonomi Dalam Keluarga

Faktor-Faktor Dan Pengaruh Sosial Ekonomi Dalam Keluarga
Para ahli filsafat dan analisis social telah melihat bahwa masyarakat adalah struktur yang terdiri dari keluarga dan bahwa keanehan-keanehan suatu masyarakat tertentu dapat digambaran dengan menjelaskan hubungan kekeluargaan yang berlangsung di dalamnya. Karya etika dan moral tertua menerangkan bahwa masyarakat kehilangan kekuatanya jika anggotanya gagal dalam melaksanakan tanggung jawab keluarganya. Dalam hubungan ekonomi keluarga perlu mengkonsumsi pangan sandang dan papan untuk bertahan hidup. Oleh sebab itu seorang ayah atau seorang kepala rumah tangga perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Kita tahu bahwa dalam keluarga itu terdiri dari ayah,, ibu dan anak, itu biasanya disebut dengan keluarga kecil dan kalu keluarga itu terdiri dari ayah, ibu, anak, kakek dan nenek itu biasanya di sebut dengan keluarga besar. Anggota tersebut semuanya membutuhkan makan sehingga sebagai kepala keluarga yang baik berkewajiban untuk memenuhi kebutuhannya, disamping itu kadang-kadang banyak kepala keluarga yang belum bisa mencukupi kebutuhan keluarga tadi sehingga istripun rela untuk membantu sang ayah untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan sang keluarga untuk hidup.
Kita ambil sebuah contoh nyata dalam kehidupan kita sehari-hari, pada saat sekarang banyak sekali di dalam masyarakat perkotaan sedang dilanda banjir. Akan tetapi banjir itu bukan banjir air melainkan banjir iklan, contoh saja agar kita menadi orang modern maka kita harus memiliki rumah di citraland, agar bahagia kita harus membili mobil BMW dan lain sebagainya. Banjir iklan tersebut tidak hanya menggenangi jalan-jalan raya akan tetapi juga sudah masuk kerumah-rumah bahkan sampai kekamar tidur, melewati televise, radio dan lain sebagainya. Sehingga kita tidak bisa menghindari lagi waktu yang tidsak luput dari genangan iklan.
Dengan kondisi seperti ini, dipastikan akan ada orang yang menjadi korban iklan atau terpengaruh oleh iklan. Tetapi tidak semua orang mampu memenuhi keinginan yang di pengaruhi oleh iklan sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut mereka melakukan segala cara seperti mencuri, korupsi dan lain sebagainya.
Dari uraian di atas dapat menyebabkan pengaruh dalam struktur social yang lebih besar. Suatu masyarakat tidak akan bertahan jika kebutuhan yang bermacam-macam itu tidak terpenuhi. Dan keluarga dapat bisa bertahan apabila mau berhubungan dengan keluarga satu dengan keluarga yang lain atau masyarakat. Fenomena diatas dapat menyebabkan terjadinya konflik keluarga yang dapat menuju kepada penceraian. Akibatnya system ini bisa memunculkan ketegangan-ketegangan dan ketidak bahagiaan yang di rasakan oleh anggota keluarga. Karena kalau timbul penceraian maka yang dirugikan adalah anak-anaknya.
Sedikitnya ada empat studi yang menunjukkan adanya kaitan antara status social ekonomi dengan tingkat penceraian, dimana tingkat penceraian tinggi berada di kalangan masyarakat bawah. Dan semakin keatas strata masyarakat semakin rendah tingkat penceraiannya. Keempat study yang di maksud adalah
1. dari hasil sensus penduduk amerika serikat tahun 1950, hilman menganalisa data tentang status penceraian dikalangan laki-laki dengan katagori pekerjaan. Ia menemukan bahwa tingkat penceraian tinggi berada pada katagori pekerja kasar seperti buruh, pembantu rumah tangga dan lain sebagainya, sedangkan katagori mereka yang termasuk sebagai ”pekerja kerah putih ” yang berada pada lapisan menengah tingkat penceraiannya semakin menurun. Sedangkan pada katagori professional tingkat penceraiannya sangat rendah.
2. dari 425 wanita yang berada di wilayah Detroit. Amerika serikat yang bercerai, goode (1956) mencoba menghitung indeks kecerendungan terjadi penceraian dari status pekerjaan suami. Temuannya konsisten dengan hilman, bahwa tingkat penceraian yang terendah terdapat pada struktur okupasi tertinggi, tingkat penceraian tertinggi terjadi dikalangan wanita yang suaminya bekerja sebagai buruh atau tenaga kasar yang tidak terampil.
3. bahwa tingkat penceraian tertinggi terjadi pada strata okupasi terendah, kemudian tingkat penceraian berkurang itu terjadi pada okupasi menengah sedangkan okupasi teratas tingkat penceraiannya semakin mengecil. Itu tadi menurut Kephart tentang kasus penceraian yang terjadi di philadhelpia.
4. Dari 4.449 kasus penceraian yang terjadi di lowa, amerika serikat yang di temui oleh Monahan (1955), tingkat penceraian dikalangan professional, manager, pejabat tinggi dan pemilik saham sangat kecil. Kasus penceraian terbanyak pada kalangan buruh dan tenaga kasar. Temuan Monahan yang lainnya adalah tingkat penceraian dikalangan petani paling kecil, baik petani pemilik atau buruh tani, berbeda dengan hilman yang menemukan adanya tingkat penceraian petani pemilik sangat kecil sedangkan buruh tani palin banyak mengalami penceraian.
Keempat temuan diatas menggunakan okupasi sebagai indeks dari ststus social ekonomi. Selain okupasi hilman dan goode menggunakan pendidikan dan penghasilan sebagai indek ekonomi, namun hasilnya juga menunjukkan keterkaitan antara pendidikan dan penghasilan dengan tingkat penceraian yang kecerendungan sama dengan okupasi dan tingkat penceraian.
Salah satu factor penentu ialah kesulitan kehidupan secara material pada strata social yang rendah, dengan demikian adanya kemunkinan bagi pasangan pasangan yang mengalihkan ketidaksenangan mereka kepada segi segi lain kehidupan perkawinan. Hal ini terjadi di AS dimana ketidakadaan definisi kelas yang tegas berarti bahwa orang tidak menerima nasib mereka. Factor kedua lebih banyak wanita memperoleh kepuasan seksual dalam perkawinan pada strata social atas, lebih banyak laki laki menyenangi pekerjaan mereka. Dan lebih banyak pasangan menyesuaikan diri pada pasanganya sehingga mereka sedikit keinginan untuk melepaskan diri dari perkawinan itu.
Beriktnya, sumber pendapatan kalangan atas dikamsumir untuk banyak tujuan seperti untuk asuransi, pendidikan dan lain sebagainya. Sehingga tidak dapat dengan begitu saja digeserka sebagai persesuaian terhadap persoalan parsoalan ekonomis suatu penceraian. Menarik kembali bantuan menimbulkan lebih banyak persoalan pada tingkatan orang kaya dari pada yang rendah. Dan lebih banyak menimbulkan celaan masyarakat. Hal ini lebih ditekannkan perbedaan pendapat sang suami terhadap istri pada tingkat social yang lebih tinggi disbanding mereka yang berada di tingkat rendah. Sang wanita lebih bergantung pada suaminya dan lebih sedikit alas an untuk meninggalkannya. Sang wanita juga mendapatkan perlindungan lebih banyak secara sah.
Ada kemungkinan bahwa sikap sikap penceraian agak lebih bebas diantara strata social atas, tetapi jaringan luas dan sanak saudaranya lebih mapan sehingga kegoncangan perkawinan banyak kemungkinan menimbulkan persoalan dalam hubungan pribadi dan sanak. Seorang dari kelas menengah atau atas tidak dapat mengelakkan kewajiban perkawinannya dengan meninggalkan pasangannya, karena tidak mungkin dirahasiakan.

SOSIOLOGI DESA

A. SOSIOLOGI DESA
1. Pengertian Desa
Menurut Sutardjo Kartohadikusumo,Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
Menurut C.S. Kansil, Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Sosiologi Desa
a. Merupakan suatu cabang sosiologi yang mempelajari gejala sosial di pedesaan.
Sosiologi pedesaan adalah sosiologi yang melukiskan dan mencakup hubungan manusia didalamnya dan antara kelompok – kelompok yang ada di lingkungan pedesaan. Maksud untuk mempelajari sosiologi pedesaan adalah untuk mengumpulkan keterangan mengenai masyarakat pedesaan dan hubungan-hubungannya.yang melukiskan setelitinya tingkah laku, sikap, perasaan, motif, dan kegiatan manusia yang hidup dalam lingkungan pedesaan itu.
b. Sejarah :
- 1920 di Amerika Serikat ada mata kuliah tentang problema kehidupan pedesaan.
- 1970 Smith dan Zopt melahirkan Sosiologi Pedesaan dan melahirkan definisi Ilmu yang mengkaji hubungan anggota masyarakat di dalam dan antara kelompok - kelompok di lingkungan pedesaan.
Sedangkan, menurut Rogers, Ilmu yang mempelajari fenomena masyarakat dalam setting pedesaan.
3. Unsur unsur Desa
A. Daerah
Tanah yang produktif, lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis.
B. Penduduk
Jumlah penduduk, pertambahan penduduk,pertambahan penduduk, persebaran penduduk dan mata pencaharian penduduk.
C. TataKehidupan
Pola tata pergaulan dan ikatan ikatan pergaulan warga desa termasuk seluk beluk kehidupan masyarakat desa.
4. Ciri ciri kehidupan masyarakat Desa
a. Masyarakatnya erat sekali hubungannya dengan alam.
b. Penduduk di desa merupakan unit social dan unit kerja.
c. Masyarakat desa mewujudkan paguyuban/gemainschaft.
5. Fungsi dan Potensi Desa
a. Fungsi Desa
- Dalam hubungan dengan kota desa merupakan Heterland atau daerah dukung.
- Desa berfungsi sebagai lumbung bahan mentah dan tenaga kerja.
- Merupakan desa agraris, desa industri.
b. Potensi desa – Potensi Fisik dan non fisik
1. Potensi fisik
Tanah, air, Iklim, manusia, Hutan
2. Potensi non fisik
Gotong royong, kekeluargaan, lembaga sosial,
Potensi desa tidak sama karena lingkungan geografis dan keadaan penduduknya berbeda dan corak kehidupannya juga berbeda.
Maju mundurnya desa akan tergantung pada beberapa faktor yaitu : potensi desa, interaksi desa dengan kota atau antara desa dengan desa dan lokasi desa terhadap daerah disekitarnya yang lebih maju.
6. Type - type desa
- Pra desa, Desa Swadaya (desa tradisional),
- Desa Swakarya (desa transisi),
- Desa Swasembada (desa maju).

B. STRATIFIKASI SOSIAL DALAM MASYARAKAT PEDESAAN
• Desa dan Masyarakat Desa.
Pengertian tentang desa cukup beragam, beberapa tokoh sosiologi pedesaan dan antropologi memberikan pandangan tentang desa. Menurut Koentjaraningrat (1984), bahwa desa dimaknai sebagai suatu komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat. Pemaknaan tentang desa menurut pandangan ini menekankan pada cakupan, ukuran atau luasan dari sebuah komunitas, yaitu cakupan dan ukuran atau luasan yang kecil.
Pengertian lain tentang desa dikemukakan oleh Hayami dan Kikuchi (1987) bahwa desa sebagai unit dasar kehidupan kelompok terkecil di Asia, dalam konteks ini “desa” dimaknai sebagai suatu “desa alamiah” atau dukuh tempat orang hidup dalam ikatan keluarga dalam suatu kelompok perumahan dengan saling ketergantungan yang besar di bidang sosial dan ekonomi.
Pemaknaan terhadap desa dalam konteks ini ditekankan pada aspek ketergantungan sosial dan ekonomi di masyarakat yang direpresentasikan oleh konsep-konsep penting pada masyarakat desa, yaitu cakupan yang bersifat kecil dan ketergantungan dalam bidang sosial dan ekonomi (ikatan-ikatan komunal).
Desa mempunyai ciri atau karakteristik yang berbeda satu sama lain, tergantung pada konteks ekologinya. Pengkajian masyarakat pedesaan memberikan ciri atau karakteristik yang cenderung sama tentang desa. Pada aspek politik, masyarakat desa cenderung berorientasi “ketokohan”, artinya peran-peran politik desa pada umumnya ditanggungjawabkan atau dipercayakan pada orang-orang yang ditokohkan dalam masyarakat. Secara ekonomi, mata pencaharian masyarakat desa berorientasi pada pertanian artinya sebagian besar masyarakat desa adalah petani.
Sedangkan dalam konteks religi-kultural masyarakat desa memiliki ciri nilai komunal yang masih kuat dengan adanya guyub rukun, gotong royong dan nilai agama atau religi yang masih kuat dengan adanya ajengan atau Kyai sebagai pemuka Agama.
Secara historis, desa memerankan fungsi yang penting dalam politik, ekonomi dan sosial-budaya di Indonesia. Di sisi lain, pedesaan merupakan daerah yang dominan jumlahnya di Indonesia, dimana sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di daerah pedesaan. Hal ini memberikan implikasi pada banyaknya program pembangunan yang diorientasikan pada masyarakat pedesaan. Dengan demikian, maka kajian mengenai masyarakat desa menjadi suatu hal yang sangat penting dilakukan sebagai kerangka dasar pembangunan nasional. Dua hal penting yang akan menjadi fokus kajian tentang pedesaan dalam kegiatan turun lapang ini yaitu struktur sosial dan dinamika masyarakat pedesaan. Struktur sosial yang dimaksudkan adalah hubungan antar status/peranan yang relatif mantap.
Sementara itu, dinamika masyarakat dimaknai sebagai proses gerak masyarakat dalam keseharian, dalam konteks ruang dan waktu.
Sastramihardja (1999) menyatakan bahwa desa merupakan suatu sistem sosial yang melakukan fungsi internal yaitu mengarah pada pengintegrasian komponen-komponennya sehingga keseluruhannya merupakan satu sistem yang bulat dan mantap. Disamping itu, fungsi eksternal dari sistem sosial antara lain proses-proses sosial dan tindakan-tindakan sistem tersebut akan menyesuaikan diri atau menanggulangi suatu situasi yang dihadapinya. Sistem sosial tersebut mempunyai elemen-elemen yaitu tujuan, kepercayaan, perasaan, norma, status peranan, kekuasan, derajat atau lapisan sosial, fasilitas dan wilayah.
Masyarakat selalu dikaitkan dengan gambaran sekelompok manusia yang berada atau bertempat tinggal pada suatu kurun waktu tertentu. Pengertian ini menggambarkan adanya anggapan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari faktor lingkungannya, baik yang bersifat fisik maupun sosial. Berdasarkan pandangan dari segi sosiologi, hal ini memperlihatkan adanya interaksi sosial antara manusia secara kelompok maupun pribadi. Masyarakat mengutamakan hubungan pribadi antara warganya, dalam arti bahwa masyarakat desa cenderung saling mengenal bahkan seringkali merupakan ikatan kekerabatan yang berasal dari suatu keluarga ”pembuka desa” tertentu yang merintis terbentuknya suatu masyarakat guyub.
Pada masyarakat desa terdapat ikatan solidaritas yang bersifat mekanistik dalam arti bahwa hubungan antar warga seakan telah ada aturan semacam tata krama atau tata tertib yang tidak boleh dilanggar jika tidak ingin mendapat sanksi. Adanya tata tertib tersebut sesungguhnya ingin menjaga suatu comformity dikalangan masyarakat desa itu sendiri.
Menurut Geertz (1963) masyarakat desa di Indonesia identik dengan masyarakat agraris dengan mata pencaharian sektor pertanian, baik petani padi sawah (Jawa) maupun ladang berpindah (Luar Jawa). Selain itu, sejumlah karakteristik masyarakat desa yang terkait dengan etika dan budaya mereka, yang bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui yaitu: sederhana, mudah curigai, menjunjung tinggi kekeluargaan, lugas, tertutup dalam hal keuangan, perasaan minder terhadap orang kota, menghargai orang lain, jika diberi janji akan selalu diingat, suka gotong royong, demokratis, religius. Kedudukan seorang dilihat dari berapa luasan tanah yang dimiliki.
• Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status (Susanto, 1993). Definisi yang lebih spesifik mengenai stratifikasi sosial antara lain dikemukakan oleh Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas tinggi dan kelas rendah. Sedangkan dasar dan inti lapisan masyarakat itu adalah tidak adanya keseimbangan atau ketidaksamaan dalam pembagian hak, kewajiban, tanggung jawab, nilai-nilai sosial, dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.
• Teori Pembentukan Pelapisan Sosial
Diferensiasi dan ketidaksamaan sosial mempunyai potensi untuk menimbulkan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Diferensiasi sosial merupakan pengelompokan masyarakat secara horizontal berdasarkan pada ciri-ciri tertentu. Berbeda dengan ketidaksamaan sosial yang lebih menekankan pada kemampuan untuk mengakses sumberdaya, diferensiasi lebih menekankan pada kedudukan dan peranan. Stratifikasi sosial dapat terjadi sejalan dengan proses pertumbuhan atau dibentuk secara sengaja dibuat untuk mencapai tujuan bersama. Seperti apa yang dikemukakan Karl Marx yaitu karena adanya pembagian kerja dalam masyarakat, konflik sosial, dan hak kepemilikan.
• Pembagian Kerja
Jika dalam sebuah masyarakat terdapat pembagian kerja, maka akan terjadi ketergantungan antar individu yang satu dengan yang lain. Seorang yang sukses dalam mengumpulkan semua sumber daya yang ada dan berhasil dalam kedudukannya dalam sebuah masyarakat akan semakin banyak yang akan diraihnya. Sedangkan yang bernasib buruk berada di posisi yang amat tidak menguntungkan. Semua itu adalah penyebab terjadinya stratifikasi sosial yang berawal dari ketidaksamaan dalam kekuasaan dalam mengakses sumber daya.

Selasa, 30 November 2010

Life style


Menilik dari kemajuan teknologi serta arus budaya yang bebas di konsumsi oleh publik, dan meningkatnya kebutuhan konsumsi pada masyarakat. Dalam hal ini media berperan besar atas peningkatan pola hidup. sebagai contoh kita lihat gambaran dibawah ini :
Di sela-sela kesibukan dan kepadatan lalu-lintas kota-kota besar, nampak pria kantoran berpenampilan nechis dengan tas jinjing serta dasi hitam melekat di kerah bajunya, bergegas memasuki restoran cepat saji, dengan cepat memesan makanan pada menu yang telah disediakan, tak selang beberapa menit kemudian dia keluar menjinjing makanan sembari bergegas berjalan memakan makanannya. Peristiwa seperti itu mungkin akan sangat jarang kita temui pada masyarakat urban di Indonesia yang akan melakukan sama, rata-rata sebagian besar dari mereka tidak melakukan hal tersebut, mereka ternyata lebih senang duduk berlama-lama didalamnya, sambil mengobrol dan ketawa-ketiwi. Sedangkan kalau dilihat dari kegunanaan restoran cepat saji merupakan pemenuhan atas kebutuhan bagi masyarakat yang memang tidak mempunyai waktu berlama-lama ( sibuk ) agar waktu mereka tidak terbuang percuma hanya untuk sekedar menunggu makanan dan duduk-duduk didalamnya.
Lebih hebatnya lagi kalau anda perhatikan tampilan restoran cepat saji, disekelilingnya menggunakan kaca transparan guna menyekat. Dalam benak saya ketika melihat hal tersebut tidak lain seperti akuarium besar yang didalamnya di isi bukan oleh ikan hias melainkan manusia. Cukup menarik juga untuk tontonan.
Media, dalam hal ini merupakan sebuah alat hebat guna mengkampanyekan iklan produk. Indonesia Negara berkembang dan kebutuhan konsumsi akan hidup semakin besar pada masyarakat urban, media melihat hal itu merupakan sebuah ladang emas, sembari membawa kepentingan individu pun kelompok guna kepentingan tujuannya. Pendekatan sosiologis pada media massa menekankan pada hubungan sosial, terutama dalam kaitannya dengan ketegangan antar struktur dengan agen-agen sosial. Para ahli sosiologi yakin bahwa individu pada beberapa variasi merupakan suatu produk sosial.
Sekarang, masyarakat urban di kota-kota besar Indonesia memiliki penilaian tersendiri antara nilai modern dan tidak. Barometernya adalah luar negeri. Karena yang di maksud disini luar negeri adalah gedung-gedung tinggi pencakar langit, teknologi modern, gaya hidup hedon dan lainnya. Dan masyarakat Indonesia ( masyarakat urban ) menilainya berbanding terbalik, makna dan nilai gunanya pun demikian
Ketika mereka mengkonsumsi yang menjadi gaya hidup menjadi sebuah nilai prestise berharga bagi masyarakat urban. Berbicara masyarakat urban seolah terjadi peng-kelas-an atau strata sosial, karena terdapat anggapan bahwa apabila seseorang menggunakan stelan prada, membaca majalah life style serta memanjakan diri di tempat pusat kecantikan “elit” Centre de Beaute dan berlibur di Negara seperti Amerika, Inggris, Paris yang notabenenya dianggap sebagai Negara yang beradab serta modern menjadi tujuan utama manusia Indonesia.
ANALISIS
Kami akan menggunakan teori stratifikasi social atau pelapisan social untuk menganalisa fenomena social tersebut. Gaya hidup yang ditampilkan antara kelas social satu dengan kelas social lain dalam banyak hal tidak sama. Ada kencenderungan masing-masing kelas mencoba mengembangan gaya hidup yang yang ekslusif untuk membedakan dirinya dengan kelas yang lain. Berbeda dengan kelas social rendah mereka memiliki sifat yang konservatif, di bidang agama dan moralitas, cara pakaian yang ndesit, cara perawatan kesehatan dan cara mendidik anak dan hal-hal lain. Kalau kelas social menengah ke atas lebih bersifat lebih atraktif dan eklusif. Mulai dari tutur kata, cara berpakaian, pilihan hiburan, pemanfaatan waktu luang, pola berlibur dan lain sebagainya. Antara kelas satu dengan kelas yang lain.
Sebuah keluarga yang berasal dari kelas rendah akan memilih liburan di kampung halaman saja pada waktu liburan, atau Cuma menontot televisi saja. Berbeda dengan kelas social atas mereka akan berlibur ke luar negri setiap bulan atau setiap satu semester satu kali pada liburan anak-anak mereka, mereka akan pergi ke singapura, hongkang, Thailand bahkan sampai ke Negara eropa.
Gaya hidup yang tidak sama antara masyarakat kelas atas dan bawah ini kelihatan pada cara berpakaian dan pemanfaatan waktu luang. Kalau kelas bawah dia lebih senang untuk menghabiskan waktu dengan cangkruan dan lain sebagainya sedangkan kelas atas lebih memanfaatkan waktu dengan baik.




sosiologi hukum


A.      Pengertian Sosiologi Hukum.
Beberapa pengertian sosiologi hukum yang dikemukakan oleh beberapa ahli dalam bidang sosiologi diantaranya :
Ø      Soerjono soekanto : suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris yang menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya.
Ø      Satjipto rahadjo : sosiologi hukum adalah pengetahuan hukum pada pola perilaku masyarakat dalam konteks sosialnya.
Ø      R. Otje Salman : sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
Ø      H.L.A. Hart : tidak mengemukakan tentang definisi sosiologi hukum, namun hanya mengungkapkan bahwa suatu konsep tentang hukum yang mengandung unsur-unsur kekuasaan yang terpusatkan kepada kewajiban tertentu didalam gejala hukum yang tampak dari kehidupan bermasyarakat. Menurut Hart, inti dari suatu sistem hukum terletak pada kesatuan antara aturan utama (primary rules) dan aturan tambahan (secondary rules)..
Jadi dapat saya simpulkan bahwa sosiologi hukum adalah Segala aktifitas social manusia yang di lihat dari aspek hukumnya atau Sosiologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya secara empiris analistis.
B.      Karakteristik sosiologi Hukum
Karakteristik Kajian Sosiologi Hukum adalah fenomena hukum didalam masyarakat dalam mewujudkan : 1. deskripsi, 2. penjelasan, 3. Pengungkapan (revealing), dan 4 prediksi yaitu bahwa karekteristik kajian sosiologi hukum adalah sebagai berikut :
1.         Sosiologi Hukum berusaha untuk memberikan deskripsi terhadap praktek hukum dan dapat dibedakan dalam pembuatan Undang-Undang, penerapan dalam pengadilan, maka mempelajari pula bagaimana parktek yang terjadi pada masing-masing bidang kegiatan hukum tersebut.
2.         Sosiologi hukum bertujuan untuk menjelaskan mengapa sesuatu praktek-praktek hukum didalam kehiduipan social masyarakat itu terjadi, sebab-sebabnya, factor-faktor apa yang mempengaruhi. Latar belakang dan sebagainya.Pendapat Max Weber yaitu Interpretative Understanding yaitu cara menjelaskan sebab, perkembangan serta efek dari tingkah laku social, dimana tingkah laku dimaksud mempunyai dua segi yaitu luar dan dalam atau internal dan ekternal.
3.         Sosiologi hukum senantiasa menguji kesahian empiris dari suatu peraturan atau pernyataan hukum, sehingga mampu memprediksi suatu hukum yang sesuai dan/atau tidak sesuai dengan masyarakat tertentu.
4.         Sosilogi hukum bersifat khas ini adalah apakah kenyataan seperti yang tertera padsa peraturan itu ? dan harus menguji dengan data empiris.
5.         Sosiologi Hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum, tingkah laku yang mentaati hukum, sama-sama merupakan obyek pengamatan yang setaraf, tidak ada segi obyektifitas dan bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap fenomena hukum yang nyata.
C.      Metode yang digunakan dalam pendekatan sosiologi Hukum
Metode Pendekatan Sosilogi Hukum Perbandingan Yuridis Empiris dengan Yuridis Normatif, Hukum sebagai social Kontrol dan Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat.
D.     Perbandingan Yuridis Empiris dan Yuridis Normatif.
Untuk membanding hal tersebut diatas, maka pendekatan kenyataan hukum dalam masyarakat dengan pendekatan yuridis normative, maka perlu menguraikan lebih dahulu dimaksud pendekatan yuridis empiris atau ilmu kenyataan hukum dan penjelasannya sebagai berikut :
1.      Sosilogi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya secara empiris analistis. Contoh : apakah seorang bermaksud lebih dari seorang isteri terdapat dalam PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 40.
2.      Antropologi hukum adalah ilmu yang mempelajari pola-pola sengketa dan bagaimana penyelesaiannya pada masyarakat sederhana dan pada masyarakat modern. Contoh : pada masyarakat sederhana ada dewam masyarakat adat sedangkan pada masyarakat modern adalah Putusan Hakim.
3.      Psikologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari perwujudan dari jiwa manusia. Contoh: diatatinya atau dilanggarnya hukum yang berlaku dalam masyarakat.
4.      Sejarah Hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum positif pada masa lampau/Hindia Belanda sampai dengan sekarang. Contoh : Monumen ordinantie ( HIR/Rbg).
      Pendekatan yuridis empiris atau pendekatan kenyataan hukum dalam masyarakat yang dilengkapi dengan contoh diatas, dapat dipahami bahwa berbeda dengan pendekatan yuridis normative/pendekatan doktrin hukum.
E.      Hukum sebagai tingkah laku social
Hukum merupakan sarana yang ditujukan untuk mengubah perilaku warga-warga Negara. Kedudukan hukum sebagai sarana ini menganut asas law is the tool of social engineering bahwa hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat. Dalam suatu
masyarakat hukum dijadikan sebagai alat (Instrumen).
Hukum harus digunakan secara sadar tidak saja dipakai untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan masyarakat, melainkan harus mengarahkan kepada tujuan yang dikehendaki, yaitu mengarahkan pola-pola kebiasaan masyarakat kepada tujuan yang dikehendaki dan menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan menciptakan pola-pola baru yang serasi dengan tingkah laku manusia dalam masyarakat tersebut.
F.       Sosiologi hukum untuk memahami bekerjanya hukum dalam masyarakat.
Untuk memahami bekerjanya hukum dapat dilihat fungsi hukum itu dalam masyarakat, fungsi hukumtersebut dapat dipahami dari beberapa sudut pandang sepaerti yang sebagian telah di kemukakan, yaitu:
1.    Hukum Sebagai Sosial Kontrol, adalah setiap kelompok masyarakat selalu ada problem sebagai akibat adanya perbedaan antara yang ideal dan yang aktual, antara yang standar dan yang parktis yaitu penyimpangan nilai-nilai yang ideal dalam masyarakat adalah untuk menjamin ketertiban bila kelompok itu menginginkan, mempertahankan eksistensinya.Begitu juga mengenai Fungsi Hukum dalam kelompok masyarakat adalah menerapkan mekanisme control sosial yang akan membersihkan masyarakat dari sampah-sampah masyarakat yang tidak dikehendaki.
2.    Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat, adalah hukum sebagai sosial control, dan sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau biasa disebut social enginnering, sebagai alat pengubah masyarakat adalah dianalogikan sebagai suatu proses mekanik. Terlihat akibat perkembangan Industri dan transaksi-transaksi bisnis yang memperkenalkan nilai-nilai baru, dengan melakukan interprestasi, ditegaskan dengan temuan-temuan tentang keadaan social masyarakat melalui bantuan ilmu sosiologi, maka akan terlihat adanya nilai-nilai atau norma-norma tentang hak individu yang harus dilindungi, dan unsur tersebut kemudian dipegang oleh masyarakat dalam mempertahankan kepada apa yang disebut dengan hukum alam. (natural law).
3.    Fungsi hokum sebagai symbol merupakan makna yang dipahami oleh seseorang dari suatu perilaku masyarakat tentang hukum.
4.    Fungsi hukum sebagai alat politik dapat dipahami bahwa dalam system hukum diindonesia peraturan perundang-undangan merupakan produk bersama DPR dan pemerintah sehingga hokum dan politik amat sulit dipisahkan.
5.    Fungsi hukum sebagai alat integrasi.  
G.     Hukum sebagai prodak kebudayaan
Bila hukum dilihat dari sudut pandang produk kebudayaan maka dapat dikatakan didalam struktur masyarakat yang sederhana sekalipun pasti dihasilkan apa yang di sebut kebudayaan. Karena tidak ada masyarakat tampa kebudayaan, kebudayaan dimaksud adalah hasil karya cipta dan rasa manusia.yang hidup bersama dalam satu lingkungan.
H.     Hukum sebagai pemelihara kebudayaan
Maksudnya hukum disini adalah selalu didasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum adat, hal ini menunjukkan bahwa legal order yang disusun akan tetap melindungi “hokum adat” yang merupakan perwujudan kebudayaan dari masyarakat hukum adat.
I.        Hukum untuk memperkaya kebudayaan
Dalam hal hukum dipandang memperkaya kebudayaan, hal ini akan terlihat dalam pembentukan perturan perundang-undangan yang berhubungan dengan agraria. Yang tidak lagi menjadiakan hukum adat sebagai sumber pokok sebagai yang dilaksanakan dalam pembentukahan UUPA. Tetapi hukum adat akan dijadikan sumber penting dalam pembentukan hukum yang berhubungan dengan agrarian.