Selasa, 30 November 2010

Life style


Menilik dari kemajuan teknologi serta arus budaya yang bebas di konsumsi oleh publik, dan meningkatnya kebutuhan konsumsi pada masyarakat. Dalam hal ini media berperan besar atas peningkatan pola hidup. sebagai contoh kita lihat gambaran dibawah ini :
Di sela-sela kesibukan dan kepadatan lalu-lintas kota-kota besar, nampak pria kantoran berpenampilan nechis dengan tas jinjing serta dasi hitam melekat di kerah bajunya, bergegas memasuki restoran cepat saji, dengan cepat memesan makanan pada menu yang telah disediakan, tak selang beberapa menit kemudian dia keluar menjinjing makanan sembari bergegas berjalan memakan makanannya. Peristiwa seperti itu mungkin akan sangat jarang kita temui pada masyarakat urban di Indonesia yang akan melakukan sama, rata-rata sebagian besar dari mereka tidak melakukan hal tersebut, mereka ternyata lebih senang duduk berlama-lama didalamnya, sambil mengobrol dan ketawa-ketiwi. Sedangkan kalau dilihat dari kegunanaan restoran cepat saji merupakan pemenuhan atas kebutuhan bagi masyarakat yang memang tidak mempunyai waktu berlama-lama ( sibuk ) agar waktu mereka tidak terbuang percuma hanya untuk sekedar menunggu makanan dan duduk-duduk didalamnya.
Lebih hebatnya lagi kalau anda perhatikan tampilan restoran cepat saji, disekelilingnya menggunakan kaca transparan guna menyekat. Dalam benak saya ketika melihat hal tersebut tidak lain seperti akuarium besar yang didalamnya di isi bukan oleh ikan hias melainkan manusia. Cukup menarik juga untuk tontonan.
Media, dalam hal ini merupakan sebuah alat hebat guna mengkampanyekan iklan produk. Indonesia Negara berkembang dan kebutuhan konsumsi akan hidup semakin besar pada masyarakat urban, media melihat hal itu merupakan sebuah ladang emas, sembari membawa kepentingan individu pun kelompok guna kepentingan tujuannya. Pendekatan sosiologis pada media massa menekankan pada hubungan sosial, terutama dalam kaitannya dengan ketegangan antar struktur dengan agen-agen sosial. Para ahli sosiologi yakin bahwa individu pada beberapa variasi merupakan suatu produk sosial.
Sekarang, masyarakat urban di kota-kota besar Indonesia memiliki penilaian tersendiri antara nilai modern dan tidak. Barometernya adalah luar negeri. Karena yang di maksud disini luar negeri adalah gedung-gedung tinggi pencakar langit, teknologi modern, gaya hidup hedon dan lainnya. Dan masyarakat Indonesia ( masyarakat urban ) menilainya berbanding terbalik, makna dan nilai gunanya pun demikian
Ketika mereka mengkonsumsi yang menjadi gaya hidup menjadi sebuah nilai prestise berharga bagi masyarakat urban. Berbicara masyarakat urban seolah terjadi peng-kelas-an atau strata sosial, karena terdapat anggapan bahwa apabila seseorang menggunakan stelan prada, membaca majalah life style serta memanjakan diri di tempat pusat kecantikan “elit” Centre de Beaute dan berlibur di Negara seperti Amerika, Inggris, Paris yang notabenenya dianggap sebagai Negara yang beradab serta modern menjadi tujuan utama manusia Indonesia.
ANALISIS
Kami akan menggunakan teori stratifikasi social atau pelapisan social untuk menganalisa fenomena social tersebut. Gaya hidup yang ditampilkan antara kelas social satu dengan kelas social lain dalam banyak hal tidak sama. Ada kencenderungan masing-masing kelas mencoba mengembangan gaya hidup yang yang ekslusif untuk membedakan dirinya dengan kelas yang lain. Berbeda dengan kelas social rendah mereka memiliki sifat yang konservatif, di bidang agama dan moralitas, cara pakaian yang ndesit, cara perawatan kesehatan dan cara mendidik anak dan hal-hal lain. Kalau kelas social menengah ke atas lebih bersifat lebih atraktif dan eklusif. Mulai dari tutur kata, cara berpakaian, pilihan hiburan, pemanfaatan waktu luang, pola berlibur dan lain sebagainya. Antara kelas satu dengan kelas yang lain.
Sebuah keluarga yang berasal dari kelas rendah akan memilih liburan di kampung halaman saja pada waktu liburan, atau Cuma menontot televisi saja. Berbeda dengan kelas social atas mereka akan berlibur ke luar negri setiap bulan atau setiap satu semester satu kali pada liburan anak-anak mereka, mereka akan pergi ke singapura, hongkang, Thailand bahkan sampai ke Negara eropa.
Gaya hidup yang tidak sama antara masyarakat kelas atas dan bawah ini kelihatan pada cara berpakaian dan pemanfaatan waktu luang. Kalau kelas bawah dia lebih senang untuk menghabiskan waktu dengan cangkruan dan lain sebagainya sedangkan kelas atas lebih memanfaatkan waktu dengan baik.




sosiologi hukum


A.      Pengertian Sosiologi Hukum.
Beberapa pengertian sosiologi hukum yang dikemukakan oleh beberapa ahli dalam bidang sosiologi diantaranya :
Ø      Soerjono soekanto : suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris yang menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya.
Ø      Satjipto rahadjo : sosiologi hukum adalah pengetahuan hukum pada pola perilaku masyarakat dalam konteks sosialnya.
Ø      R. Otje Salman : sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
Ø      H.L.A. Hart : tidak mengemukakan tentang definisi sosiologi hukum, namun hanya mengungkapkan bahwa suatu konsep tentang hukum yang mengandung unsur-unsur kekuasaan yang terpusatkan kepada kewajiban tertentu didalam gejala hukum yang tampak dari kehidupan bermasyarakat. Menurut Hart, inti dari suatu sistem hukum terletak pada kesatuan antara aturan utama (primary rules) dan aturan tambahan (secondary rules)..
Jadi dapat saya simpulkan bahwa sosiologi hukum adalah Segala aktifitas social manusia yang di lihat dari aspek hukumnya atau Sosiologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya secara empiris analistis.
B.      Karakteristik sosiologi Hukum
Karakteristik Kajian Sosiologi Hukum adalah fenomena hukum didalam masyarakat dalam mewujudkan : 1. deskripsi, 2. penjelasan, 3. Pengungkapan (revealing), dan 4 prediksi yaitu bahwa karekteristik kajian sosiologi hukum adalah sebagai berikut :
1.         Sosiologi Hukum berusaha untuk memberikan deskripsi terhadap praktek hukum dan dapat dibedakan dalam pembuatan Undang-Undang, penerapan dalam pengadilan, maka mempelajari pula bagaimana parktek yang terjadi pada masing-masing bidang kegiatan hukum tersebut.
2.         Sosiologi hukum bertujuan untuk menjelaskan mengapa sesuatu praktek-praktek hukum didalam kehiduipan social masyarakat itu terjadi, sebab-sebabnya, factor-faktor apa yang mempengaruhi. Latar belakang dan sebagainya.Pendapat Max Weber yaitu Interpretative Understanding yaitu cara menjelaskan sebab, perkembangan serta efek dari tingkah laku social, dimana tingkah laku dimaksud mempunyai dua segi yaitu luar dan dalam atau internal dan ekternal.
3.         Sosiologi hukum senantiasa menguji kesahian empiris dari suatu peraturan atau pernyataan hukum, sehingga mampu memprediksi suatu hukum yang sesuai dan/atau tidak sesuai dengan masyarakat tertentu.
4.         Sosilogi hukum bersifat khas ini adalah apakah kenyataan seperti yang tertera padsa peraturan itu ? dan harus menguji dengan data empiris.
5.         Sosiologi Hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum, tingkah laku yang mentaati hukum, sama-sama merupakan obyek pengamatan yang setaraf, tidak ada segi obyektifitas dan bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap fenomena hukum yang nyata.
C.      Metode yang digunakan dalam pendekatan sosiologi Hukum
Metode Pendekatan Sosilogi Hukum Perbandingan Yuridis Empiris dengan Yuridis Normatif, Hukum sebagai social Kontrol dan Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat.
D.     Perbandingan Yuridis Empiris dan Yuridis Normatif.
Untuk membanding hal tersebut diatas, maka pendekatan kenyataan hukum dalam masyarakat dengan pendekatan yuridis normative, maka perlu menguraikan lebih dahulu dimaksud pendekatan yuridis empiris atau ilmu kenyataan hukum dan penjelasannya sebagai berikut :
1.      Sosilogi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya secara empiris analistis. Contoh : apakah seorang bermaksud lebih dari seorang isteri terdapat dalam PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 40.
2.      Antropologi hukum adalah ilmu yang mempelajari pola-pola sengketa dan bagaimana penyelesaiannya pada masyarakat sederhana dan pada masyarakat modern. Contoh : pada masyarakat sederhana ada dewam masyarakat adat sedangkan pada masyarakat modern adalah Putusan Hakim.
3.      Psikologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari perwujudan dari jiwa manusia. Contoh: diatatinya atau dilanggarnya hukum yang berlaku dalam masyarakat.
4.      Sejarah Hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum positif pada masa lampau/Hindia Belanda sampai dengan sekarang. Contoh : Monumen ordinantie ( HIR/Rbg).
      Pendekatan yuridis empiris atau pendekatan kenyataan hukum dalam masyarakat yang dilengkapi dengan contoh diatas, dapat dipahami bahwa berbeda dengan pendekatan yuridis normative/pendekatan doktrin hukum.
E.      Hukum sebagai tingkah laku social
Hukum merupakan sarana yang ditujukan untuk mengubah perilaku warga-warga Negara. Kedudukan hukum sebagai sarana ini menganut asas law is the tool of social engineering bahwa hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat. Dalam suatu
masyarakat hukum dijadikan sebagai alat (Instrumen).
Hukum harus digunakan secara sadar tidak saja dipakai untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan masyarakat, melainkan harus mengarahkan kepada tujuan yang dikehendaki, yaitu mengarahkan pola-pola kebiasaan masyarakat kepada tujuan yang dikehendaki dan menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan menciptakan pola-pola baru yang serasi dengan tingkah laku manusia dalam masyarakat tersebut.
F.       Sosiologi hukum untuk memahami bekerjanya hukum dalam masyarakat.
Untuk memahami bekerjanya hukum dapat dilihat fungsi hukum itu dalam masyarakat, fungsi hukumtersebut dapat dipahami dari beberapa sudut pandang sepaerti yang sebagian telah di kemukakan, yaitu:
1.    Hukum Sebagai Sosial Kontrol, adalah setiap kelompok masyarakat selalu ada problem sebagai akibat adanya perbedaan antara yang ideal dan yang aktual, antara yang standar dan yang parktis yaitu penyimpangan nilai-nilai yang ideal dalam masyarakat adalah untuk menjamin ketertiban bila kelompok itu menginginkan, mempertahankan eksistensinya.Begitu juga mengenai Fungsi Hukum dalam kelompok masyarakat adalah menerapkan mekanisme control sosial yang akan membersihkan masyarakat dari sampah-sampah masyarakat yang tidak dikehendaki.
2.    Hukum Sebagai Alat Untuk Mengubah Masyarakat, adalah hukum sebagai sosial control, dan sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau biasa disebut social enginnering, sebagai alat pengubah masyarakat adalah dianalogikan sebagai suatu proses mekanik. Terlihat akibat perkembangan Industri dan transaksi-transaksi bisnis yang memperkenalkan nilai-nilai baru, dengan melakukan interprestasi, ditegaskan dengan temuan-temuan tentang keadaan social masyarakat melalui bantuan ilmu sosiologi, maka akan terlihat adanya nilai-nilai atau norma-norma tentang hak individu yang harus dilindungi, dan unsur tersebut kemudian dipegang oleh masyarakat dalam mempertahankan kepada apa yang disebut dengan hukum alam. (natural law).
3.    Fungsi hokum sebagai symbol merupakan makna yang dipahami oleh seseorang dari suatu perilaku masyarakat tentang hukum.
4.    Fungsi hukum sebagai alat politik dapat dipahami bahwa dalam system hukum diindonesia peraturan perundang-undangan merupakan produk bersama DPR dan pemerintah sehingga hokum dan politik amat sulit dipisahkan.
5.    Fungsi hukum sebagai alat integrasi.  
G.     Hukum sebagai prodak kebudayaan
Bila hukum dilihat dari sudut pandang produk kebudayaan maka dapat dikatakan didalam struktur masyarakat yang sederhana sekalipun pasti dihasilkan apa yang di sebut kebudayaan. Karena tidak ada masyarakat tampa kebudayaan, kebudayaan dimaksud adalah hasil karya cipta dan rasa manusia.yang hidup bersama dalam satu lingkungan.
H.     Hukum sebagai pemelihara kebudayaan
Maksudnya hukum disini adalah selalu didasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum adat, hal ini menunjukkan bahwa legal order yang disusun akan tetap melindungi “hokum adat” yang merupakan perwujudan kebudayaan dari masyarakat hukum adat.
I.        Hukum untuk memperkaya kebudayaan
Dalam hal hukum dipandang memperkaya kebudayaan, hal ini akan terlihat dalam pembentukan perturan perundang-undangan yang berhubungan dengan agraria. Yang tidak lagi menjadiakan hukum adat sebagai sumber pokok sebagai yang dilaksanakan dalam pembentukahan UUPA. Tetapi hukum adat akan dijadikan sumber penting dalam pembentukan hukum yang berhubungan dengan agrarian. 

MAZHAB FRANKFURT DAN TEORI KRITIS

  1. Mazhab Frankfurt
Mazhab Frankfurt ialah sebuah nama yang diberikan kepada kelompok filsuf yang memiliki afiliasi dengan Institut Penelitian Sosial di Frankfurt Jerman, dan pemikir-pemikir lainnya yang dipengaruhi oleh mereka. Tahun yang dianggap sebagai tahun kemulaian Mazhab Frankfurt ini adalah tahun 1930, ketika Max Horkheimer diangkat sebagai direktur lembaga riset sosial tersebut. Beberapa filsuf terkenal yang dianggap sebagai anggota Mazhab Frankfurt ini antara lain Theodor Adorno, Walter Benjamin, dan Jurgen Habermas. Perlu diingat bahwa para pemikir ini tidak pernah mendefinisikan diri mereka sendiri di dalam sebuah kelompok atau 'mazhab', dan bahwa penamaan ini diberikan secara retrospektif.
Mazhab Frankfurt lahir saat terjadi pergolakan ideologi Barat dan Timur di tengah kapitalisme Barat dan Jerman yang sedang tumbuh. Sementara, seiring dengan kondisi itu revolusi kaum pekerja di Eropa Barat mengalami kegagalan. Maka, Mazhab Frankfurt lahir sebagai kekuatan utama dalam menghidupkan kembali Marxisme pasca perang. Di sinilah, menurut Martin Jay, Teori Kritis semakin dipaksa menempati posisi transendan.
ketertarikan Mazhab Frankfurt terhadap pemikiran Karl Marx disebabkan antara lain oleh ketidakpuasan mereka terhadap penggunaan teori-teori Marxisme oleh kebanyakan orang lain, yang mereka anggap merupakan pandangan sempit terhadap pandangan asli Karl Marx. Menurut mereka, pandangan sempit ini tidak mampu memberikan 'jawaban' terhadap situasi mereka pada saat itu di Jerman. Setelah Perang Dunia Pertama dan meningkatnya kekuatan politik Nazi, Jerman yang ada pada saat itu sangatlah berbeda dengan Jerman yang dialami Karl Marx. Sehingga jelaslah bagi para pemikir Mazhab Frankfurt bahwa Marxisme harus dimodifikasi untuk bisa menjawab tantangan zaman.
  1. TEORI KRITIS
Kritik adalah konsep kunci utama memahami teori kritis. Kritik juga merupakan suatu program bagi mazhab Frankfurt untuk merumuskan suatu teori yang bersifat emansipatoris atas kebudayaan dan masyarakat modern. Dalam arti sempit, Istilah Teori Kritis sudah lama diterapkan dalam rentang yang sangat luas terhadap beberapa teori dan disiplin ilmu yang berbeda. Teori Kritis merujuk kepada pandangan yang diusung oleh Mazhab Frankfurt terutama tulisan-tulisan awal yang dibuat oleh Max Horkheimer, Theodor W Adorno dan Herbert Marcuse. Teori Kritis sendiri didefinisikan sebagai jenis teori sosial yang berasal dari para pemikir Marxis Barat di Institut Riset Sosial, Universitas Frankfurt. Itulah sebabnya gagasan Teori Kritis juga disebut sebagai gagasan Mazhab Frankfurt.
Istilah teori kritis ini pertama kali ditemukan Max Horkheimer pada tahun 30-an. Pada mulanya teori kritis berarti pemaknaan kembali ideal-ideal modernitas tentang nalar dan kebebasan, dengan mengungkap deviasi dari ideal-ideal itu dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan, dan institusi politik borjuis.
Untuk memahami pendekatan teori kritis, ia harus ditempatkan dalam konteks Idealisme Jerman dan kelanjutannya. Karl Marx dan generasinya menganggap Hegel sebagai orang terakhir dalam tradisi besar pemikiran filosofis yang mampu mengamankan pengetahuan tentang manusia dan sejarah. Namun, karena beberapa hal, pemikiran Marx mampu menggantikan filsafat teoritis Hegel, yang hal ini, menurut Marx, terjadi dengan membuat filsafat sebagai hal yang praktis, yakni merubah praktik-praktik yang dengannya masyarakat mewujudkan idealnya. Dengan menjadikan nalar sebagai sesuatu yang sosial dan menyejarah, skeptisisme historis akan muncul untuk merelatifkan klaim-klaim filosofis tentang norma dan nalar menjadi ragam sejarah dan budaya forma-forma kehidupan.

Kritik dalam arti Marxian


Menurut Teori kritis, jika Hegel membuat konsep kritik sebagai konteks idealismenya berbeda dengan Karl Marx yang membuat suatu teori filsafat sosial mengenai terbentuknya dan perkembangan masyarakat, yang disebut Materialisme Historisdan terkenal sebagai Marxisme. Ini sebetulnya buah karya dua orang, yaitu Karl Marx dan Engels dalam Manifesto Komunis. Dan mereka berdua sebenarnya juga mengambil referensi dari ahli ekonomi Inggris dan Perancis sebelumnya (abad 19).
Dalam pandangan marx, Apa yang terjadi dalam masyarakat dan sejarah adalah orang yang bekerja dan berkerjanya itu menggunakan alat kerja untuk mengelola alam. Misalnya alat kerja, pekerja, dan pengalaman kerja itu merupakan suatu kekuasaan produksi masyarakat. Sedangkan hubungan antar pekerja dalam proses produksi ini merupakan hubungan produksi. Jika kekuatan produksi berkembang maka hubungan hubungan produksi juga berubah. misalnya, system gotong royong diantara para nelayan tradisional dalam mencari ikan di laut akan berubah jika tehnologi yang di gunakan untuk mencari ikan itu baru yang diterapkan dalam masyarakat nelayan tersebut. Menurut marx sejarah merupakan perkembangan tenaga produksi dan hubungan produksi dan proses produksi dalam masyarakat.
Dalam prakteknya, kaum borjuis atau pemilik modal sangat di untungkan atau bisa memupuk keuntungan yang besar dari produksinya dan mudah untuk memenangkan persingan pasar karena disini para pemilik modal selalu memeras keringan kaum proletar atau kaum buruh untuk melakukan pekerjaan demi menyambung hidup mereka. Hubungan produksi ini terliahat jelas bahwa kaum kapitalis memanfaatkan kaum buruh untuk melakukan kegiatannya menghasilkan barang. Bahkan sampai tidak manusiawi kaum kapitalis itu mengasingkan kaum buruh. Hubungan hak milik dan penguasa ini bersifat tertutup maksudnya tertutup dari pengaruh dan pembaharuan dan bersifat kolot sehingga mereka kaum pemilik modal mempertahankanya karena mereka sangat di untungkan dengan hal ini.
Pertentangan diatas mencerminkan bahwa pertentangan ini dikarenakan adanya kepentingan kaum kapitalis terhadap kaum buruh atau kaum proletariat. Dimana kaum kapitalis ingin mensejahterakan dirinya dengan cara melestarikan kekuasaannya dengan memanfaatkan kaum buruh untuk bias membantu kaum atau kelas kapitalis sehingga kaum kapitalis mendapatkan kekuasaanya. Disamping itu kaum buruh juga ingin untuk melepaskan diri dari kelas kapitalis yang telah menindas mereka dengan cara menghapus hak milik pribadi atas alat produksi. Pemberontakan kaum proletar atau kaum buruh untuk membebaskan diri dari perbudakan kaum kapitalis tidak dapat di cegah lagi, setelah pembebasan dari perbudakan tersebut maka terjadilah revolusi. Disini terjadi pula perubahan yang besar terhadap ekonomi masyarakat dan bersamaan dengan itu pula perubahan dalam bentuk kesadaran juga berubah.
Disini Marxisme menegaskan bahwa masyarakat atau manusia merupakan bagian tak terpisah dari alam materiil. Hukum-hukum alam materiil yang umumpun berlaku kuat untuk masyarakat. Perkembangan materiil dan perkembangan ekonomi menyetir perkembangan masyarakat. “Hukum sebab akibat” kebendaan, sebagaimana diteorikan dalam “Materialisme Dialektik” diaplikasikan atau diterapkan dalam masyarakat manusia yang disebut dengan Materialisme Historis.
Disini kritik dalam arti Marxian berarti teori dengan tujuan untuk membebaskan diri daari perbudakan dalam kata lain yaitu gerakan untuk memperoleh pengakuan untuk kesamaan kedudukan atau kelas, serta mendapatkan hak dan kewajiban serta derajat hukumnya dan kedudukannya.

Senin, 29 November 2010

khutbah idul fitri


KHUTBAH 'IDUL FITRI
Pelajaran Dari Ramadhan
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan puja kehadirat Allah swt karena pada pagi hari ini kita masih diberikan karunia untuk melakukan shalat ied, setelah sebelumnya kita diberikesempatan untuk menunaikan ibadah puasa. Mudah-mudahan kita dapat mensyukuri karunia inidengan sungguh-sungguh karena seringkali kita lupa akan karunia Allah ini. Karunia kesehatan dan kebahagiaan.
Dapat kita bayangkan kondisi saudara-saudara kita lainnya yang tidak seberuntung kita semua padasaat ini, dimana ada saudara kita yang sakit sehingga tidak dapat menunaikan ibadah puasa danshala ied. Betapa irinya mereka terhadap kita. Ada pula kaum Muslimin yang harus merayakan akhir Ramadhan ini di medan pertempuran, jauh dari sanak saudara. Ada pula kaum Muslimin yang harus merayakan lebaran ini dari tempat pengungsian.
Sungguh beruntung kita semua karena Allah memberikan kemudahan dan kebahagiaan bagi kita semua. Untuk itulah mari sekali lagi kita syukuri karunia Allah ini. Marilah kita kumandangkan takbir.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar,
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar,
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar,
laa ilaha illAllahu akabar.
Allahu akbar wa Lillah ilhamd
Hadirin yang dimuliakan Allah. Ramadhan baru saja berlalu. Pelajaran apa yang dapat kita peroleh? Mari kita umpamakan Ramadhan ini sebagai sebuah sekolahan. Kita sebut sekolahan ini dengan nama “sekolah Ramadhan”. Ramadhan sebagai sebuah sekolah khusus
Sebelum menilik kepada pelajaran yang kita peroleh, mari kita lihat dahulu keistimewaan sekolahan “Ramadhan ini”. Kita akan tempat “sekolah Ramadhan” ini di Indonesia, dimana mayoritas penduduknya beragama Islam. Sekolah Ramadhan ini berbeda dan memiliki kekhususan dalam banyak hal.
Hal yang pertama, setiap orang Islam wajib masuk sekolah ini. Tapi sekolah Ramadhan ini tidak dipungut biaya.
Hal yang kedua, semua orang tahu aturan sekolah. Semua orang, bahkan anak kecil pun, tahu lonceng masuk sekolah berbunyi pada saat kita masuk ke waktu Subuh. Dan semua orang tahu bahwa waktu sekolah usai pada malam hari. Di dalam masa “sekolah” ini semua orang tahu peraturan “sekolahan”, seperti larangan makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa.
Karena semua orang tahu, maka cobaan pun lebih mudah dihindari. Tidak ada orang yang menawarimakan atau minum di siang hari. Bahkan waktu kerja pun seringkali dipersingkat. Kesempatan untuk beribadah diperbesar. Pokoknya, berbagai hal dipermudah. Bayangkan jika anda harus menjalankan puasa di negeri orang yang orang Islamnya minoritas, sehingga mereka tidak tahu apa itu puasa. Tidak ada perilaku khusus. Kerja tetap panjang waktunya. Godaan makan dan minum lebih banyak. Apalagi jika anda tinggal di negeri yang memiliki empat musim; winter (musim dingin), spring (musim semi), summer (musim panas), dan fall (musim gugur). Puasa bisa saja jatuh di musimpanas (summer) yang siang harinya lebih panjang daripada malam hari. Puasa anda bisa dimulai dari pukul 2 pagi sampai pukul 9 malam. Mungkin kita hanya sempat berbuka dan langsung dilanjut dengan sahur.
Demikian nikmatnya sekolah Ramadhan di negara kita ini.
Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar walillah ilhamd.
Ramadhan itu juga memiliki keistimewaan sebagaimana diutarakan dalam hadits ini
“Jika tiba Ramadhan, maka pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup
serta syetan-syetan dibelenggu.” (Diriwayatkan Al-Bukhary dan Muslim)
Jadi di sekolah Ramadhan itu gangguan dari syetan ditiadakan. Jadi kalau kita masih berkelakuan dan berpikiran jahat, maka itu bukan perbuatan syetan melainkan dari diri kita sendiri. Lagi-lagi ini sebuah kemudahan. Hal yang ketiga, berbeda dengan sekolahan dimana kita dinilai atau diuji oleh seorang guru, maka di sekolahan Ramadhan ini kita menilai diri sendiri. Tidak ada ebtanas. Ujiannya adalah antara kita dan Allah swt.
Ketika kita melakukan puasa, tidak ada orang lain yang tahu apakah kita benar-benar melakukannya dengan baik kecuali diri sendiri. Tidak ada orang yang tahu kalau kita makan sambil sembunyisembunyi kemudian pura-pura masih berpuasa. Tentu saja Allah tahu. Jadi yang menilai adalah diri kita sendiri dan Allah karena puasa ini milik Allah. Disebutkan dalam sebuah hadits:
Setiap amal anak Adam bagi dirinya. Satu kebaikan diberi balasan dengan sepuluh
kebaikan yang serupa hingga tujuh ratus kali. Allah berfirman, 'Kecuali puasa. Puasa
itu bagi-Ku dan Aku membalasnya. Dia meninggalkan makanan karena Aku,
meninggalkan minuman karena Aku dan meninggalkan istrinya karena Aku'.
(Diriwayatkan Al-Bukhary, Muslim, Malik, Abu Daud, At-Tirmidzy dan An-Nasa'y)
Puasa ini tidak untuk apa-apa atau siapa-siapa, kecuali hanya untuk Allah. Pelajaran yang dapat dipetik Ada banyak pelajaran yang kita peroleh dari sekolah Ramadhan ini.
Berikut ini adalah beberapa contoh pelajaran yang kita terima. Lapar dan dahaga
Pelajaran yang paling minimal yang dapat dipetik dari Ramadhan adalah lapar dan dahaga. Ini pelajaran yang paling rendah.“Berapa banyak orang yang berpuasa, namun yang diperolehnya dari puasanya itu hanyalah lapar dan dahaga saja.” (HR Khuzaimah dan Thabrani)
Dari sini kita belajar bahwa lapar dan dahaga itu tidak enak. Terbayang oleh kita saudara-saudara kita yang ditimpa musibah sehingga mereka tidak dapat makan dan minum senikmat kita. Mohon kita bedakan mereka ini dengan orang-orang malas yang tidak mau bekerja. Masih banyak saudara kita yang meski telah berusaha, akan tetapi masih kesulitan mendapatkan makanan. Seringkali kita menggunakan alasan lapar dan dahaga di bulan Ramadhan ini untuk tidak    dapat bekerja dengan baik. Lemas pak. Pusing pak. Bayangkan apabila anda, anak anda, kerabat anda, anak buah anda lapar. Apakah mereka dapat bekerja, bersekolah, atau melakukan kegiatan denganbaik?
Untuk itu marilah kita berusaha dan bekerja agar kita tidak lapar, agar keluarga kita tidak lapar. Dan bantulah kerabat dan tetangga agar mereka juga tidak lapar. Kemampuan mengendalikan diri sendiri
Kita sebenarnya memiliki kemampuan pengendalian diri yang luar biasa. Ketika kita meniatkan untuk melakukan sesuatu, maka niat tersebut dapat terlaksanan. Bayangkan, kita melakukan puasa selama sebulan hanya karena niat! Kita tidak makan, minum, merokok, dan melakukan hal-hal yang membatalkan puasa hanya karena sebuah niat! Kita tidak mencela orang, menjelek-jelekkan orang, menggosip, hanya karena sebuah niat! Ketika darah mendidih marah, maka kita menahan diri bersabar dan mengatakan: 'maaf saya sedang berpuasa. Ternyata kita mampu menahan nafsu amarah hanya karena sebuah niat! Nawaitu! Luar biasa.
Bagi seorang dewasa dia tahu bahwa dia tidak mendapatkan hadiah (paling tidak, tidak secara langsung) atau mendapatkan bonus karena puasanya. Tapi toh puasa itu dilakukan juga. Kalau kata sebuah iklan, ini bukan saja luar biasa, tapi “rrruaaarrr... biasa”. Ini kendali diri yang luar biasa yang kadang-kadang kita tidak sadari. Bagi anak-anak, mungkin ikut puasa karena disuruh oleh orang tuanya. Meskipun demikian, ini
masih luar biasa. Mampu mengendalikan diri sendiri di usia anak-anak. Juga luar biasa. Anak-anak juga memulai kebiasaan shalat, tarawih, dan melakukan kegiatan keagamaan lainnya. Kebaikan berangkat dari kebiasaan. Namun, keburukan juga berangkat dari kebiasaan. Jadi kebiasaan yang baik harus dimulai dari sejak kecil. Kita harus rayakan kemenangan kita ini!
Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar.
Zakat
Di akhir bulan Ramadhan ini kita membayar zakat. Zakat ini juga merupakan sebuah ujian kepatuhan kita. Apakah kita patuh kepada Allah ataukah kita lebih mementingkan uang? Takut miskin? Berapalah uang yang kita bayarkan untuk zakat?
Untung (atau rugi?) bahwa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak berada di tengah-tengah kita. Kalau ada, maka mungkin kita berhadapan dengan pedang Abu Bakar. Mengapa kita perlu ditakuttakuti dengan pedang Abu Bakar baru mau membayar zakat? Coba simak ayat berikut
“Dan, orang-orang yang dalam hartanya terdapat bagian tertentu, bagi orang (miskin)
yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).”
(Al-Ma'arij: 24-25)
Jika anda tidak mau membayar zakat, maka Allah akan mengambilnya dari anda. Misalnya melalui musibah, kecopetan, sakit, kebutuhan ini itu yang tidak anda rencanakan. Yang bukan hak anda pasti akan memisahkan diri. Apakah kita mau bermain-main kucing-kucingan dengan Allah?
Berani? Bayarlah zakat sehingga kita bisa tenang.
Bagi para Muslimin yang belum mampu membayar zakat, mengapa belum? Jadikan ini sebagai target tahun depan! Tahun depan, kami harus mampu bayar zakat!
Bagaimana jika gagal?
Meski sekolahan Ramadhan ini mendapat perlindungan khusus, tapi mungkin masih juga gagal. Banyak penyebab kegagalan ini. Jika kita gagal karena sakit atau halangan lain, itu bisa dimaklumi.
Nanti kita bayar.Namun jika kita gagal melaksanakan tugas yang diwajibkan dalam bulan Ramadhan ini tanpa alasan yang kuat, maka kita harus berhati-hati sebab dengan segala kemudahan yang telah diberikan oleh Allah, kita masih gagal juga. Bayangkan syetan dibelenggu saja kita masih kalah. Apalagi jika syetan-syetan ini dilepas! Ajakan-ajakan dan godaan-godaan untuk melakukan maksiat akan lebih dahsyat lagi. Tentunya lebih sulit lagi melaksanakan perintah-perintah Allah. Kegagalan ini harus menjadi sebuah peringatan keras. Pasca Ramadhan, Selepas Ramadhan
Hadirin yang dimuliakan oleh Allah swt. Ramadhan telah berlalu. Entah dia akan menjadi saksi yang meringankan kita atau malahan menjadi saksi yang memberatkan.
“Puasa dan Al-Qur'an akan memberi syafaat bagi hamba pada hari kiamat. Puasa
berkata, 'Ya Rabbi, aku mencegahnya makanan dan syahwat, maka berilah aku syafaat
karenanya.' Al-Qur'an berkata, 'Aku mencegahnya tidur pada malam hari, maka
berilah aku syafaat karenanya'. Beliau bersabda, 'Maka keduanya diberi syafaat',”
(Diriwayatkan Ahmad)
Semoga Al-Qur'an dan puasa memintakan syafaat bagi kita pada hari kiamat kelak. Amin. Waktu melatih diri telah selesai. Masuklah kita kepada praktek sehari-hari. Mampukah kita mempertahankan bahkan meningkatkan prestasi kita yang telah kita raih di Ramadhan? Apakah kita kembali lagi menjadi pecundang (loosers), orang yang kalah?
Jika kita kalah, bagaimana mengharapkan orang lain untuk menang? Sedih rasanya melihat ketidak mampuan kita untuk mengenda diri. Kita lihat wakil-wakil rakyat yang berperilaku seperti anak-anak. Dimana hilangnya kesabaran kita? Kemana larinya kemampuankita untuk melakukan puasa dan shalat lail? Ternyata kita hanya menjadi seorang Ramadhani saja, yaitu orang yang mengingat Allah kala Ramadhan saja. Dalam sebuah ceramahnya, Syaikh Al- Qardhawy mengatakan bahwa barangsiapa yang menyembah bulan Ramadhan, sesungguhnya bulan Ramadhan itu telah mati dan berlalu. Sementara Allah tidak pernah mati dan senantiasa hidup. Di antara orang salaf ada yang berkata:
“Seburuk-buruk orang ialah yang tidak mengenal Allah kecuali pada bulan Ramadhan.
Maka jadikanlah diri anda seorang Rabbani, dan jangan menjadi Ramadhani.”
Mudah-mudahan kita termasuk orang yang lebih baik dari itu. Mudah-mudahan Ramadhan ini membekas di hati kita dan kebiasaan-kebiasaan baik yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan ini menjadi tetap. Jika tidak 100% melekat, mungkin sekian persen saja. Mudah-mudahan kita masihdiberi kesempatan untuk melakukan sekolah Ramadhan lagi di tahun depan. Dan mudah-mudahan kita dapat lebih baik lagi.
Hadirin sekalian.
Hari ini kita masuk ke bulan Syawal dan merayakan Idul Fitri. Hari ini kita kembali kepada fitrah yang suci, kembali kepada lembaran yang bersih. Semuanya ini dalam rangka meningkatkan taqwa kita. Membersihakan hati kita ini semata-mata hanyalah ibadah kepada Allah swt. Dalam sebuah kata-kata hikmah dikatakan:
Bukanlah yang disebut hari raya itu hanya untuk orang yang berpakaian baru saja, atau
alat parabot rumah tangga yang baru saja. Tapi yang dinamakan hari raya itu adalah
bagi orang yang bertambah taatnya kepada Allah swt.
Selain melestarikan Hablum Minallah, Idul Firti ini juga berfungsi sebagai sarana Hablum Minannas, sebagaimana telah diajarkan oleh Rasulullah saw. Maka hendaklah kita saling maafmemaafkan secara lahir dan batin, atas segala perbuatan kita yang telah lalu. Sebagai seorang manusia, kita tidak bisa lepas dari sifat salah dan lupa. Kita adakan Silaturrahmi kepada sanak famili, kita ajak putra-putri kita kepada famili agar saling mengenal sehingga kita dapat memberi nasihat menuju kebenaran. Di samping itu, kita juga bersilaturrahmi kepada orang orang Muslim dimana saja berada. Tersebutlah dalam hadist Rasulullah saw:
“Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan ialah pahalanya orang yang berbuat baik dan menyambung kefamilian, yakni silaturrahmi. Dan yang paling cepat mendatangkan kejahatan, ialah sisksaan orang yang berbuat jahat dan memutuskan
hubungan (kekeluargaan)”. (HR. Ibu Majah)
Kami pribadi mohon maaf lahir dan batin, andaikata kami terdapat kesalahan dan kehilafan dalam tingkah laku maupun ucapan. Sudilah hadirin memaafkan dengan setulus hati. Dan semoga kita selalu mendapat taufiq dan hidayah dari Allah dan berbahagia dunia sampai di akhirat. Akhirnya, marilah kita menundukkan hati kita ke hadirat Allah SWT, memohon ridha dan perkenanNya.
Ya Allah, ya Tuhan kami. Engkau maha mengetahui, ya Allah terhadap kelemahan-kelemahan kami, terhadap kekurangan-kekurangan kami. Engkaulah tempat kami menyembah. Engkaulah tempat kami memohon.
Ya Allah, ya Tuhan kami, kami mohon Engkau ampuni, ya Rabbi, bahwa pada waktu Engkau memberi karuniaMu, kami mungkin kurang dapat mensyukuri nikmat, namun pada waktu Engkau memberi cobaan, kami masih pula meragukan kasih sayangMu.
Ya Allah, ya Tuhan kami, berikanlah kami kekuatan serta kemampuan untuk melangkah ke depan, dimana kami akan tersesat tanpa petunjukMu, kami akan merugi tanpa ridha dan tuntunanMu.
Ya Allah, ya Tuhan kami, curahilah kami dengan rahmat dan nikmatMu, sinarilah hati kami dengan cahayaMu. Berikanlah kami bimbingan untuk dapat berjalan dijalanMu. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalan yang Engkau ridhai. Berilah kami kemampuan untuk mengikuti jalan yang lurus itu ya Allah.
Ya Allah, jadikanlah kami orang-oran yang Engkau karuniai dengan keimanan dan ketaqwaan yang kokoh kepadaMu, sehingga kami mampu melawan segala tantangan dan hambatan.
Wabillahitaufik wal hidayah,
Wassalamu 'alaikum warakhmatullahi wa barakatuh

Sejarah IMM


IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) ialah organisasi mahasiswa Islam di Indonesia yang memiliki hubungan struktural dengan organisasi Muhammadiyah dengan kedudukan sebagai organisasi otonom. Memiliki tujuan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
Keberadaan IMM di perguruan tinggi Muhammadiyah telah diatur secara jelas dalam qoidah pada bab 10 pasal 39 ayat 3: "Organisasi Mahasiswa yang ada di dalam Perguruan Tinggi Muhammadiyah adalah Senat Mahasiswa dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)”. Sedangkan di kampus prguruan tinggi lainnya, IMM bergerak dengan status organisasi ekstra-kampus — sama seperti Himpunan Mahasiswa Islam mapun KAMMI — dengan anggota para mahasiswa yang sebelumnya pernah bersekolah di sekolah Muhammadiyah.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) didirikan di Yogyakarta pada tangal14 Maret 1964, bertepatan dengan tanggal 29 Syawwal 1384 H. Dibandingkan dengan organisasi otonom lainya di Muhammadiyah, IMM paling belakangan dibentuknya. Organisasi otonom lainnya seperti Nasyiatul `Aisyiyah (NA) didirikan pada tanggal 16 Mei1931 (28 Dzulhijjah 1349 H); Pemuda Muhammadiyah dibentuk pada tanggal 2 Mei1932 (25 Dzulhijjah 1350 H); dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM, yang namanya diganti menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah [IRM]) didirikan pada tanggal 18 Juli 1961 (5 Shaffar 1381 H).
Kelahiran IMM dan keberadaannya hingga sekarang cukup sarat dengan sejarah yang melatarbelakangi, mewarnai, dan sekaligus dijalaninya. Dalam konteks kehidupan umat dan bangsa, dinamika gerakan Muhammadiyah dan organisasi otonomnya, serta kehidupan organisasi-organisasi mahasiswa yang sudah ada, bisa dikatakan IMM memiliki sejarahnya sendiri yang unik. Hal ini karena sejarah kelahiran IMM tidak luput dari beragam penilaian dan pengakuan yang berbeda dan tidak jarang ada yang menyudutkannya dari pihak-pihak tertentu. Pandangan yang tidak apresiatif terhadap IMM ini berkaitan dengan aktivitas dan keterlibatan IMM dalam pergolakan sejarah bangsa Indonesia pada pertengahan tahun 1960-an; serta menyangkut keberadaan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada waktu itu.
Ketika IMM dibentuk secara resmi, itu bertepatan dengan masa-masanya HMI yang sedang gencar dirusuhi oleh PKI dan CGMI. serta terancam mau dibubarkan oleh rezim kekuasaan Soekarno. Sehingga kemudian muncul anggapan dan persepsi yang keliru bahwa IMM didirikan adalah untuk menampung dan mewadahi anggota HMI jika dibubarkan. Logikanya dalam mispersepsi ini, karena HMI tidak jadi dibubarkan, maka IMM tidak perlu didirikan. Anggapan dan klaim yang mengatakan bahwa IMM lahir karena HMI akan dibubarkan, menurut Noor Chozin Agham, adalah keliru dan kurang cerdas dalam memberi interpretasi terhadap fakta dan data sejarah. Justru sebaliknya, salah satu faktor historis kelahiran IMM adalah untuk membantu eksistensi HMI dan turut mempertahankannya dari rongrongan PKI yang menginginkannya untuk dibubarkan.
Penilaian yang kurang apresiatif terhadap kelahiran IMM juga bisa terbaca pada jawaban terhadap pertanyaan Victor I. Tanja. Dalam bukunya Tanja mempertanyakan: Barangkali kita akan heran, mengapa Muhammadiyah memandang perlu untuk membentuk organisasi mahasiswanya sendiri? Dari salah seorang anggota HMI (yang tidak disebutkan atau menyebutkan namanya) keluar jawaban, bahwa selama masa pemerintahan Presiden Soekarno dahulu untuk mendapatkan persetujuan darinya, sebuah organisasi harus dapat membuktikan bahwa ia mempunyai dukungan kuat dari masyarakat luas. Untuk memenuhi persayaratan inilah maka bukan saja Muhammadiyah, tetapi semua gerakan sosial politik yang ada di tanah air harus membentuk sebanyak mungkin organisasi-organisasi penunjang.

Latar Belakang Sejarah

Sesungguhnya ada dua faktor integral yang menjadi dasar dan latar belakang sejarah berdirinya IMM, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Yang dimaksud dengan faktor intern adalah faktor yang terdapat dan ada dalam organisasi Muhmmadiyah itu sendiri. Sedangkan faktor ekstern adalah hal-hal dan keadaan yang datang dari dan berada di luar Muhammadiyah, yaitu situasi dan kondisi kehidupan umat dan bangsa serta dinamika gerakan organisasi-organisasi mahasiswa.
Faktor intern sebetulnya lebih dominan dalam bentuk motivasi idealis dari dalam, yaitu dorongan untuk mengembangkan ideologi, paham, dan cita-cita Muhammadiyah. Untuk mewujudkan cita-cita dan merefleksikan ideologinya itu, maka Muhammadiyah mesti bersinggungan dan berinteraksi dengan berbagai lapisan dan golongan masyarakat yang majemuk. Ada masyarakat petani, pedagang, birokrat, intelektual, profesional, mahasiswa. dan sbagainya.
Interaksi dan persinggungan Muhammadiyah dengan mahasiswa untuk merealisasikan maksud dan tujuannya itu, cara dan strateginya bukan secara langsung terjun mendakwahi dan mempengaruhinya di kampus-kampus perguruan tinggi. Tetapi caranya adalah dengan menyediakan dan membentuk wadah khusus yang bisa menarik animo dan mengembangkan potensi mahasiswa. Anggapan mengenai pentingnya wadah bagi mahasiswa tersebut lahir pada saat Muktamar ke-25 Muhammadiyah (Kongres Seperempat Abad Kelahiran Muhammdiyah) pada tahun 1936 di Jakarta. Pada kesempatan itu dicetuskan pula cita-cita besar Muhammadiyah untuk mendidirkan universitas atau perguruan tinggi Muhammadiyah.
Namun demikian, keinginan untuk menghimpun dan membina mahasiswa-mahasiswa Muhammadiyah tersebut tidak bisa langsung terwujud, karena pada saat itu Muhammadiyah belum memiliki perguruan tinggi sendiri. Untuk menjembataninya, maka para mahasiswa yang sepaham, atau mempunyai alam pikiran yang sama, dengan Muhammadiyah itu diwadahi dalam organisasi otonom yang telah ada seperti NA dan Pemuda Muhammadiyah, serta tidak sedikit pula yang berkecimpung di HMI. Pada tanggal 18 November 1955, Muhammadiyah baru bisa mewujudkan cita-citanya untuk mendirikan perguruan tinggi yang sejak lama telah dicetuskannya pada tahun 1936, yaitu dengan berdirinya Fakultas Hukum dan Filsafat di Padang Panjang. Pada tahun 1958, fakultas serupa dibangun di Surakarta; kemudian di Yogyakarta berdiri Akademi Tabligh Muhammadiyah; dan Fakultas Ilmu Sosial di Jakarta, yang kemudian berkembang menjadi Universitas Muhammadiyah Jakarta. Kendati demikian, cita-cita untuk membentuk organisasi bagi mahasiswa muhammadiyah tersebut belum bisa terbentuk juga pada waktu itu. Kendala utamanya karena Muhammadiyah --yang waktu itu masih menjadi anggota istimewa Masyumi-- terikat Ikrar Abadi umat Islam yang dicetuskan pada tanggal 25 Desember 1949, yang salah satu isinya menyatakan satu-satunya organisasi mahasiswa Islam adalah HMI.
Sejak kegiatan pendidikan tinggi atau perguruan tinggi Muhammadiyah berkembang pada tahun 1960-an itulah kembali santer ide tentang perlunya organisasi yang khusus mewadahi dan menangani mahasiswa. Sementara itu, menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta pada tahun 1962, mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah mengadakan Kongres Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta. Dari kongres ini pula upaya untuk membentuk organisasi khusus bagi mahasiswa Muhammadiyah kembali mengemuka. Pada tanggal 15 Desember 1963 mulai diadakan penjajagan berdirinya Lembaga Dakwah Mahasiswa yang idenya berasal dari Drs. Mohammad Djazman, dan kemudian dikoordinir oleh Ir. Margono, dr. Soedibjo Markoes, dan Drs. A. Rosyad Sholeh.
Dorongan untuk segera membentuk wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah juga datang dari para mahasiswa Muhammadiyah yang ada di Jakarta seperti Nurwijoyo Sarjono, M.Z. Suherman, M. Yasin, Sutrisno Muhdam dan yang lainnya. Dengan banyaknya desakan dan dorongan tersebut, maka PP Pemuda Muhammadiyah -- waktu itu M. Fachrurrazi sebagai Ketua Umum dan M. Djazman Al Kindi sebagai Sekretaris Umum-- mengusulkan kepada PP Muhammadiyah --yang waktu itu diketuai oleh K.H. Ahmad Badawi-- untuk mendirikan organisasi khusus bagi mahasiswa yang diiberi nama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah --atas usul Drs. Mohammad Djazman yang--, dan kemudian disetujui oleh PP Muhammadiyah serta diresmikan pada tanggal 14 Maret 1964 (29 Syawwal 1384). Peresmian berdirinya IMM itu resepsinya diadakan di gedung Dinoto Yogyakarta; dan ditandai dengan penandatanganan "Enam Penegasan IMM" oleh K.H. Ahmad Badawi, yang berbunyi:
  1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam;
  2. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM;
  3. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amala adalah ilmiah;
  4. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lilLahi Ta'ala dan seenantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat.
Sedangkan faktor ekstern berdirinya IMM berkaitan dengan situasi dan kondisi kehidupan di luar dan di sekitar Muhammadiyah. Hal ini paling tidak bertalian dengan keadaan umat Islam, kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia, serta dinamika gerakan mahasiswa.
Keadaan dan kehidupan umat Islam waktu itu masih banyak dipenuhi oleh tradisi, paham, dan keyakinan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Keyakinan dan praktek keagamaan umat Islam, termasuk di dalamnya adalah mahasiswa, banyak bercampur baur dengan takhayul, bid`ah, dan khurafat.
Sementara itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga tengah terancam oleh pengaruh ideologi komunis (PKI), keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan konflik kekuasaan antar golongan dan partai politik. Sehingga, kendati waktu itu Indonesia telah merdeka selama kurang lebih 20 tahun, namun tidak bisa mencerminkan makna dan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Demokrasi dan kedaulatan rakyat terkungkung, sementara tirani kekuasaan dan otoritarianisme merajalela akibat kebijakan demokrasi terpimpin ala Soekarno.
Keadaan politik Indonesia sekitar awal sampai dengan pertengahan tahun '60-an, tulis Cosmas Batubara, sangat menarik. Banyak pengamat politik yang mengatakan bahwa perkembangan dan kehidupan politik saat itu diwarnai oleh tiga pelaku politik yang amat dominan, yaitu: Diri pribadi Presiden soekarno; ABRI (terutama sekali angkatan Darat); dan PKI. Ketiga kekuatan politik tersebut sangat mewarnai dan mempengaruhi perilaku dan orientasi kehidupan berbangsa, dan bernegara di berbagai lapisan dan kelompok masyarakat. Di kalangan organisasi mahasiswa, orientasi dan perilaku politiknya juga terbagi ke dalam tiga kekuatan dominan tadi. Organisasi mahasiswa yang secara tajam mengikuti garis Presiden Soekarno adalah GMNI, dan yang sejalan dengan garis ABRI adalah HMI, PMKRI, dan SOMAL (Sekretariat Organisasi-Organisasi Mahasiswa Lokal). Sedangkan yang mengikuti dan mendukung garis PKI adalah CGMI (Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia). Di tengah kemelut dan pertentangan garis politik tersebut, pergolakan organisasi-organisasi mahasiswa sampai dengan terjadinya G30S 1965 terlihat menemui jalan buntu dalam mempertahankan partisipasinya di era kemerdekaan RI. Pada waktu itu sejak Kongres Mahasiswa Indonesia di malang pada tanggal 8 Juni 1947, organisais-organisasi mahasiswa seperti HMI, PMKRI (Persatuan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia), PMKI (Persekutuan Mahasiswa Kristen Indonesia; yang pada tahun 1950 berubah menjadi GMKI [Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia]), PMJ (Persatuan Mahasiswa Jogjakarta), PMD (Persatuan Mahasiswa Djakarta), MMM (Masyarakat Mahasiswa Malang), PMKH (Persatuan Mahasiswa Kedokteran Hewan), dan SMI (Serikat Mahasiswa Indonesia) berfusi ke dalam PPMI (Perserikatan Perhimpunan-Perhimpunan Mahasiswa Indonesia) yang bersifat independen. Independensi PPMI sebagai penggalang kekuatan anti-imperialisme pada mulanya berjalan kompak. Tetapi setelah mengadakan Konferensi Mahasiswa Asia Afrika (KMAA) di Bandung tahun 1957 --yang menjadi prestasi puncak PPMI-- masing-masing organisasinya kemudian memisahkan diri. Hal ini karena pada tahun 1958 PPMI menerima CGMI, selundupan PKI, yang kemudian melancarkan aksi intervensi untuk mempengaruhi organisasi mahasiswa lain agar keluar dari PPMI. Akhirnya , karena kuatnya pengaruh dan intervensi dari CGMI tersebut, maka masing-masing organisasi dalam PPMI memisahkan diri. Pada bulan oktober 1965, setelah PKI dilumpuhkan, PPMI akhirnya secara resmi membubarkan diri. Sasaran gerakan CGMI sebetulnya ingin mendominasi gerakan mahasiswa dan kehidupan kampus serta ingin menyingkirkan organisasi-organisasi mahasiswa Islam seperti HMI.
Sesungguhnya sebelum PPMI membubarkan diri, antara tahun 1964 sampai 1965 masing-masing organisasi mahasiswa yang berfusi di dalamnya bersikap sok revolusioner. Pada akhirnya HMI juga tidak ketinggalan untuk menjadi bagian dari kekuatan revolusioner. Menurut Deliar Noer, waktu itu HMI dengan keras turut menyanyikan senandung Demokrasi Terpimpin. Slogan-slogan Soekarno mulai dikumandangkan seperti "Nasakom jiwaku", "revolusioner", dan "ganyang Malaysia". Bahkan pada tahun 1964 HMI memecat beberapa anggota penasihatnya yang telah alumni karena tidak sesuai dengan revolusi. HMI juga mengecam keras Kasman Singodimedjo yang sedang menghadapi pengadilan di Bogor dan menuntut dihukum sekeras-kerasnya bila bersalah.
Kendati HMI telah berusaha menunjukkan eksistensi dirinya sebagai bagian dari kekuatan revolusioner, namun tetap saja HMI menjadi sasaran CGMI dan/atau PKI untuk dibubarkan. Pada saat saat HMI terdesak itulah Ikatan mahasiswa Muhammadiyah lahir pada tanggal 14 maret 1964 (29 Syawal 1384 H). Itulah sebabnya muncul persepsi yang keliru bahwa IMM dibentuk adalah sebagai persiapan untuk menampung aggota-anggota HMI kalau terjadi dibubarkan. Persepsi yang keliru ini dikaitkan dengan dekatnya hubungan HMI dengan Muhammadiyah. Sebagaimana diketahui bahwa HMI pada mulanya didirikan dan dibesarkan oleh orang-orang Muhammadiyah, maka kalau HMI dibubarkan Muhammadiyah harus menyediakan wadah lain.
Persepsi tersebut adalah keliru, karena kelahiran IMM salah satu faktor historisnya adalah justru untuk membantu dan mempertahankan eksistensi HMI supaya tidak mempan dengan usaha-usaha PKI yang ingin membubarkannya. Sebab, kalau kelahiran IMM diperuntukkan untuk mengganti HMI jika dibubarkan, maka IMM tidak perlu repot-repot terlibat dalam beraksi menentang PKI yang mau membubarkan HMI. Di antara praduga mengapa kehadiran IMM dalam sejarah gerakan mahasiswa dipersoalkan adalah karena sangat dekatnya kelahiran IMM --kendati ide dasarnya sudah ada sejak tahun 1936-- dengan peristiwa G 30 S/PKI. Sehingga muncul pertanyaan (yang menggugat), mengapa IMM yang baru lahir sudah langsung terlibat dalam peristiwa nasional dan sejarah besar dalam pergulatan bangsa melawan dan menghancurkan PKI. Pada tahun 1965, IMM juga ikut bergabung dalam wadah KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), dan Slamet Sukirnanto, salah seorang tokoh DPP IMM, pada saat dibentuknya KAMI menjadi salah satu Ketua Presidium Pusat KAMI. IMM sendiri pada masa-masa awal berdiriya tidak luput dari ancaman dan teror PKI. Reaksi jahat dari PKI terhadap kelahiran IMM tersebut tidak saja tejadi di pusat, tetapi juga di daerah-daerah. Untuk menyelamatkan eksistensi IMM yang baru berdiri itu, maka dalam kesempatan audiensi dan silaturahmi dengan Presiden Soekarno di Istana Negara Jakarta pada tanggal 14 Februari 1965 DPP IMM meminta restunya. "Saja beri restu kepada Ikatan Mahasiswa Muhammadijah", demikian pernyataan yang ditandatangai oleh Presiden Soekarno. Karena IMM merupakan kebutuhan intern dan ekstern Muhammadiyah, maka tokoh-tokoh PP Pemuda Muhammadiyah yang sebelumnya bergabung dengan HMI kembali, sekaligus untuk membina dan mengembangkan IMM. Dalam hal ini juga muncul klaim dan persepsi yang keliru, bahwa IMM dilahirkan oleh HMI. Tokoh-tokoh Pemuda Muhammadiyah khususnya yang terlibat menghembangkan HMI, karena waktu itu IMM belum ada. Sementara keterlibatan mereka di HMI adalah untuk mengembangkan ideologi Muhammadiyah. Buktinya setelah sekian lama ada di HMI, ternyata HMI yang sudah dimasuki oleh mahasiswa dari berbagai kalangan ormas keislaman itu pada akhirnya berbeda dengan orientasi Muhammadiyah. Oleh karena itu adalah wajar jika pada akhirnya mereka kembali ke Muhammadiyah sekaligus untuk turut mengembangkan IMM. Hal ini seperti yang terjadi di Yogyakarta, Jakarta, Riau, Padang, Ujungpandang dan lain lain. Juga perlu dicatat bahwa para tokoh PP Pemuda Muhammadiyah dan NA yang terlibat dalam mengusahakan terbentunya IMM sejak awal sampai berdirinya adalah mereka yang betul-betul tidak pernah terlibat dalam HMI. Berdirinya IMM berdasarkan perjalanan sejarahnya tersebut adalah karena tuntutan dan keharusan sejarah (historical nessecity) dalam kontek kehidupan umat, bangsa, dan negara serta dinamika gerakan mahasiswa di Indonesia. Adapun maksud berdirinya IMM adalah: 1. Turut memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa; 2. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam; 3. Sebagai upaya untuk menopang, melangsungkan, dan meneruskan cita-cita pendirian Muhammadiyah; 4. Sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna cita-cita pembaruan dan amal usaha Muhammadiyah; 5. Membina, meningkatkan, dan memadukan iman dan ilmu serta amal dalam kehidupan bangsa, umat, dan persyarikatan.

Dinamika Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Seperti halnya organisasi-organisasi lain, dalam karir sejarahnya IMM mengalami dinamika gerakan yang naik turun dan pasang surut. Selama lebih dari tiga setengah dasawarsa ini, IMM telah mengalami empat periode gerakan.
Pertama, periode pergolakan dan pemantapan (1964-1971). Kedua, periode pengembangan (1971-1975). Ketiga, periode tantangan (1975-1985). Keempat, periode kebangkitan (1985-?).
Dalam periode pergolakan dan pemantapan ini, IMM yang masih sangat muda harus berhadapan dengan situasi dan kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya di tengah kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama yang sangat rawan dan kritis. IMM pada saat itu langsung berhadapan dengan kebijakan Manipol Usdek Bung Karno, Nasakom, dan ancaman PKI. Dalam periode ini kegiatan-kegiatan IMM lebih banyak diarahkan kepada pembinaan personil, penguatan organisasi, pembentukan dan pengembangan IMM di kota-kota maupun perguruan tinggi. Dalam periode ini pula pola gerakan, prinsip perjuangan dan perangkat organisasi IMM berhasil ditetapkan.
Dalam periode ini telah terselenggara tiga kali Musyawarah Nasional (Muktamar) dan empat kali Konferensi Nasional (Tanwir) serta terbentuk lima kali formasi kepemimpinan IMM. Selama periode ini Mohammad Djazman Al-Kindi terus menjadi Ketua Umum DPP IMM. Kepemimpinan pertama (DPP Sementara) pra-Munas berlangsung dari tahun 1964-1965, dengan Ketuanya Mohammad Djazman Al-Kindi. Kepemimpinan kedua (1965-1967) adalah hasil Munas I di Surakarta (1-5 Mei 1965). Ketua Umum: Mohammad Djazman Al-Kindi; dan Sekretaris Jendral: A. Rosyad Sholeh. Kepemimpinan ketiga hasil reshuffle pada pertengahan 1966, Ketua Umumnya tetap; dan Soedibjo Markoes menjadi Pejabat Sekjen. Kepemimpinan keempat (1967-1969) hasil Munas II di Banjarmasin (26-30 November 1967), Ketua Umum tetap; dan Sekjennya adalah Syamsu Udaya Nurdin. Kepemimpinan kelima hasil reshuffle pada Konfernas di Magelang (1-4 Juli 1970), Ketua Umum-nya masih tetap; sedangkan yang menjadi Sekjen adalah Bahransyah Usman.
Selain Djazman, tokoh-tokoh awal IMM lainnya yang terkenal di antaranya seperti: A. Rosyad Sholeh, Soedibjo Markoes, Mohammad Arief, Sutrisno Muhdam, Zulkabir, Syamsu Udaya Nurdin, Nurwijoyo Sarjono, Basri Tambun, Fathurrahman, Soemarwan, Ali Kyai Demak, Sudar, M. Husni Thamrin, M. Susanto, Siti Ramlah, Deddy Abu Bakar, Slamet Sukirnanto, M. Amien Rais, Yahya Muhaimin, Abuseri Dimyati, Marzuki Usman, Abdul Hadi W.M. Machnun Husein, dll.
Peran dan kehendak IMM untuk meneguhkan dan memantapkan eksistensinya secara signifikan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara serta untuk kepentingan ummat dan Muhammadiyah selama periode ini tampak menonjol, baik melalui pernyataan deklarasi-deklarasinya --seperti Deklarasi Kota Barat 1965 dan Deklarasi Garut 1967-- maupun dengan aktivitas kegiatan dan artikulasi gerakannya. Mulai tahun 1971-1975 disebut sebagai periode pengembangan, karena masalah-masalah yang menyangkut konsolidasi pimpinan dan organisasi tidak terlalu banyak dipersoalkan. Orientasi kegiatan dan dinamika gerakan IMM sudah mulai banyak diarahkan pada pengembangan organisasi seperti melalui program-program sosial, ekonomi, dan pendidikan. Dinamika gerakan IMM ini semakin memperteguh concern IMM terhadap masalah-masalah kehidupan mahasiswa, umat, dan bangsa di tengah gejolak sosial dan modernisasi pembangunan. Hal ini misalnya seperti yang dinyatakan dalam Deklarasi Baiturrahman 1975, maupun dalam hasil rumusan pemikiran dari Munas dan Konferensi IMM. Dalam periode ini hanya terjadi satu kali suksesi kepemimpinan di tingkat DPP IMM. Munas III di Yogyakarta (14-19 Maret 1971) menghasilkan A. Rosyad Sholeh sebagai Ketua Umum; dan Machnun Husein sebagai Sekjen. Kemudian Konfernas V di Padang memutuskan penambahan personalia staf DPP IMM, yaitu: Alfian Darmawan, Abbas Sani, Maksum Saidrum, Ajeng Kartini, Dahlan Rais, Ahmad Syaichu, dan Arief Hasbu.
Dalam periode ini pula terjadi peristiwa penting yang mewarnai keberadaan IMM, yaitu dalam hal pembentukan KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) dan peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari 1974). Waktu itu IMM tidak diakui sebagai salah satu pencetus kelahiran KNPI (23 Juli 1973), karena tidak ikut menandatangani Deklarasi Pemuda Indonesia sebagai landasan berdirinya KNPI. Sementara, pembuat dan perumus Deklarasi Pemuda Indonesia itu adalah Slamet Sukirnanto, salah seorang anggota DPP IMM, yang waktu itu tidak bersedia menandatangani deklarasi tersebut atas nama IMM. Ketidakikut sertaan Slamet Sukirnanto menandatangani deklarasi tersebut, dikarenakan pembentukan wadah generasi muda itu semula adalah secara perorangan dan sekedar sebagai wadah komunikasi antara generasi muda serta keanggotaannya bersifat pribadi. Namun ternyata pada saat penandatanganan harus mengatasnamakan organisasi. Dalam hal inilah letak persoalannya. Secara organisatoris, Slamet Sukirnanto menolak menandatangani deklarasi itu, tetapi secara pribadi ia bersedia. Ketika terjadi peristiwa Malari --yang berakibat pada tindakan represif terhadap gerakan mahasiswa--, maka pada tanggal 16 Januari 1974 IMM mengirim surat kepada Presiden Soeharto untuk mengadakan referendum dalam upaya mencari kebenaran obyektif mengenai kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah. Upaya ini diharapkan dapat tetap menjaga keutuhan persatuan serta kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar jangan sampai menjadi korban para pemegang policy. Dalam menghadapi aksi Malari tersebut, IMM berharap agar pemerintah tidak memadamkan aspirasi dan idealisme mahasiswa.
Di antara ide dan gagasan pemikiran IMM pada periode ini adalah mengenai pendidikan. Dalam hal ini IMM menyadari bahwa pendidikan adalah suatu usaha "human investmen" yang penting untuk melukis dan mewarnai masa depan bangsa. Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting untuk menumbuhkan dan membina mental attitude bangsa. Kemudian mengenai masalah organisasi mahasiswa, IMM berpendapat bahwa keberadaannya harus berfungsi sebagai organisasi kader dan sekaligus dakwah. Karena itu organisasi mahasiswa harus menganut asas potensi, partisipasi, keluwesan, dan kesederhanaan.
Sedangkan dalam hal generasi muda, IMM berpendangan bahwa pembinaannya harus senantiasa dikaitkan dengan strategi pembangunan nasional yang berjangka panjang. Untuk itu perlu adanya pembauran antara konsep generasi muda sebagai pelanjut dengan konsep generasi muda sebagai pembaharu. Demikian pula halnya dengan perpaduan antara pengertian kader dan pioner.
Setelah melewati periode pergolakan dan pemantapan serta pengembangan, pada tahun 1975-1985 IMM berada dalam periode tantangan. Dalam periode ini Muktamar IV IMM di Semarang (21-25 Desember 1975), menghasilkan Zulkabir sebagai Ketua Umum; dan M. Alfian Darmawan sebagai Sekjen. Dalam periode ini IMM sebetulnya tidak menghadapi konflik atau tantangan yang berarti, yang menyebabkan organisasi ini mengalami stagnasi. Namun persoalannya terletak pada terjadinya kevakuman kepemimpinan di tingkat nasional (DPP IMM) selama lebih kurang satu dasawarsa. Selama periode ini di tingkat DPP tidak terjadi suksesi dan regenerasi kepemimpinan, atau dengan kata lain tidak terselenggara musyawarah nasional atau muktamar, yang seharusnya berlangsung pada tahun 1978.
Kevakuman dan terjadinya kemandegan IMM di DPP ini menimbulkan keprihatinan dan keheranan bagi banyak pihak, khususnya di kalangan Muhammadiyah dan ortomnya. Pada tahun 1983, H.S. Prodjokusumo misalnya menanggapi masalah ini dalam tulisannya IMM Bangkitlah. Kemudian dengan nada menyindir dan dalam gaya personifikasi --tanpa bisa menutupi kekecewaannya tehadap IMM-- Umar Hasyim menulis: "Merenungi sejarahmu, kita jadi heran, ketika sejak Muktamar ke-4 tahun 1975 itu anda dengan lelapnya tidur nyenyak selama sepuluh tahun, karena pada bulan April 1986 engkau baru berhasil bermuktamar dan memilih kepengurusan DPP lagi. Sungguh luar biasa sekali, suasana dunia di mana anda berada ini demikian gegap gempitanya, tetapi anda bisa lelap tidur." Namun demikian, kendati di tingkat DPP terjadi kevakuman, justru di bawahnya IMM tetap eksis dan bergerak. Aktivitas kegiatan, program kerja, dan kaderisasi di tingkat bawah itu terus berjalan. Kevakuman DPP IMM tidak mempengaruhi aktivitas IMM di Daerah, Cabang, dan Komisariat. Identitas IMM ternyata begitu kuat melekat pada jiwa para pimpinan dan kader IMM di bawah. Di level bawah IMM masih tetap tumbuh subur. Meski berada dalam periode tantangan, IMM masih tetap berusaha untuk melahirkan ide dan gagasan pemikirannya. Di antara ide dan gagasannya itu adalah mengenai perlunya Menteri Negara Urusan Pemuda. Ide dan gagasan pemikiran tersebut berangkat dari latar belakang kemahasiswaan dan kepemudaan yang tidak mempunyai saluran yang semestinya. Untuk itulah IMM mengusulkan kepada Presiden Soeharto untuk mengnagkat seorang Menteri Negara Urusan Pemuda yang menyelenggarakan dan membina komunikasi dengan seluruh eksponen generasi muda. Kemudian, ketika terjadi Keputusan 15 Nopember 1978 (KNOP 15), IMM mengusulkan perlunya pengendalian dan pengarahan konsumsi masyarakat. Hal ini mengingat telah terjadinya bentuk konsumsi yang non-esensial dan tidak produktif. Di samping itu, perlunya perlindungan dan pembinaan industri kecil agar dapat bersaing dengan industri besar, oleh IMM dikemukakan kepada pemerintah. Demikian pula halnya dengan pemerataan pendapatan dan kesempatan kerja perlu diperhatikan oleh pemerintah. Setelah mengalami kevakuman dan kemandegan selama satu dasawarsa itu, maka pada tahun 1985 IMM mulai memasuki periode kebangkitan. Periode ini dimulai dengan adanya SK PP Muhammadiyah No. 10/PP/1985 tertanggal 31 Agustus 1985 tentang pembentukan DPP (Sementara) IMM. DPP(S) ini terdiri dari:
  • Ketua : Immawan Wahyudi (DIY)
  • Ketua I : Drs. Anwar Abbas (DKI)
  • Ketua II : Drs. M. Din Syamsuddin (DKI)
  • Ketua III : Farid Fathoni AF (Surakarta)
  • Sekretaris I : Mukhlis Ahasan Uji (DIY)
  • Sekretaris II : Nizam Burhanuddin (DKI)
  • Sekretarus III: Agus Syamsuddin (DIY)
  • Bendahara I : St. Daulah Khoiriati (DIY)
  • Bendahara II : Asmuyeni Muchtar (DKI)
Setelah dilantik pada tanggal 1 september 1985, DPP(S) IMM mulai menata organisasi dan menjalankan aktivitasnya. Pada tanggal 7-10 desember 1985 DPP(S) berhasil mengadakan Tanwir ke-7 IMM di Surakarta. Tanwir yang bertemakan "Bangkit dan Tegaskan Identitas Ikatan" ini pada akhirnya mampu membangkitkan IMM dari tidurnya yang panjang. Hingga kemudian pada tanggal 14-18 april 1986 DPP(S) berhasil menyelenggarakan Muktamar ke-5 IMM di Padang, Sumatra Barat. Selain pada akhirnya berhasil menyusun kepengurusan DPP IMM yang baru periode 1986-1989 (Ketua Umum: Nizam Burhanuddin; dan Sekjen: M. Arifin Nawawi), Muktamar V itu juga mampu merumuskan konsep pengembangan wawasan bangsa dan umat kaitannya dengan identitas Ikatan, penyusunan ulang sistem perkaderan, pengembangan organisasi dan pembahasan program kerja. Dalam Muktamar V itu IMM juga bisa menghasilkan Deklarasi Padang, yang mengartikulasikan visi dan keberpihakan IMM terhadap masalah-masalah dunia internasional, umat Islam di Indonesia, Muhammadiyah, IMM sendiri, serta pembinaan generasi muda dan mahasiswa. Dalam periode kebangkitan ini IMM tidak lepas dari halangan dan tantangan. Artikulasi gerakan IMM pun mengalami dinamika dan fluktuasi. Dalam periode kebangkitan (sampai sekarang) ini IMM telah mengalami beberapa kali Muktamar dan Tanwir, yang berperan untuk menpertahankan eksistensi IMM dan menyinambungkan regenerasi kepemimpinannya.
Muktamar VI di Ujungpandang (7-12 Juli 1989) menghasilkan DPP IMM (periode 1989-1992), dengan M. Agus Samsudin sebagai Ketua Umum; dan Fauzan sebagai Sekjen. Kemudian Tanwir VIII di Medan (24-28 April 1991), memutuskan Abdul Al Hasyir sebagai Sekjen, menggantikan Fauzan. Pada tanggal 25-31 Desember 1992 IMM berhasil menyelenggarakan Muktamar VII di Purwokerto, yang menghasilkan Tatang Sutahyar W sebagai Ketua Umum; dan Syahril Syah sebagai Sekjen untuk periode 1993-1995. Selanjutnya, pada Tanwir IX di Palembang (7-11 Juli 1994) terjadi pergantian Ketua Umum dari Tatang Sutahyar oleh Syahril Syah sebagai Pj. Ketua Umum, dan Armyn Gultom sebagai Sekjen. Selanjutnya, pada tanggal 25-31 Maret 1995 IMM kembali mengadakan Muktamar VIII di Kendari yang berhasil memilih Syahril Syah sebagai Ketua Umum dan Abd. Rohim Ghazali sebagai Sekjen untuk periode 1995-1997. Kemudian pada tanggal 22 Februari-2 Maret 1997, IMM kembali mengadakan Muktamar IX di Medan yang menghasilkan Irwan Badillah sebagai Ketua Umum dan M. Irfan Islami Dj. sebagai Sekjen untuk periode 1997-2000. Sampai sekarang IMM memiliki 26 DPD dan 115 PC, serta anggota sebanyak kurang lebih 567.000 orang. Anggota IMM tersebut tersebar di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta serta perguruan tinggi Muhammadiyah khususnya. Artikulasi gerakan IMM tidak terbatas dalam aktivitas dan pelaksanaan program-program kerja yang rutin belaka, tetapi juga aktif dalam menyikapi dan merespons persoalan-persoalan sosial-politik dan kemanusiaan, baik dalam skala lokal, nasional, maupun global. Kepedulian dan keberpihakan IMM seperti ini, karena IMM tidak ingin teralienasi oleh dinamika zaman dan terbawa arus secara pasif oleh perubahan sosial yang terus bergulir. Begitu pula ketika terjadi aksi-aksi gerakan reformasi yang banyak dilakukan kalangan mahasiswa dan kaum intelektual pada tahun 1997, IMM tidak ketinggalan melibatkan diri dan aktif bergerak di dalamnya. Baik di tingkat pusat maupun daerah, bersama eksponen Angkatan Muda Muhammadiyah lainnya IMM bergerak untuk mendukung dan menyukseskan aksi gerakan reformasi yang berhasil melengserkan Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaannya. Di Yogyakarta misalnya IMM bergabung dalam Komnas AMM bersama organisasi otonom lainnya dalam mengartikulasikan gerakan dan tuntutan reformasi. Selain itu di beberapa Komisariat dan Korkom, IMM juga banyak mengadakan aksi dan gerakan serupa. Begitu pula dengan IMM di daerah-daerah lainnya, seperti di Jakarta yang menamakan gerakannya dengan FAKSI IMM (Front Aksi untuk Reformasi). Di Surabaya dan Ujungpandang IMM ada dalam GEMPAR (Gerakan Mahasiswa Pro Amien Rais) dsb. Selain itu, ketika akan berlangsung jajak pendapat penentuan status Timor-Timur pada tanggal 30 Agustus 1999, IMM juga berpartisipasi aktif dalam pemantauannya. Pada waktu akan, selama, dan sesudah berlangsung jajak pendapat tersebut IMM telah mengirimkan Immawan Wachid Ridwan (Biro Kerjasama Luar Negeri dan Hubungan Internasional DPP IMM) ke Timor-Timur untuk melakukan pemantauan bersama LSM dan OKP lainnya.
Susunan dan Struktur Organisasi Seperti Muhammadiyah dan organisasi otonom lainnya, secara vertikal IMM memiliki susunan organisasi mulai dari tingkat pusat sampai komisariat. Lengkapnya: Komisariat, Cabang, Daerah, dan Pusat. Kepemimpinannya disebut Pmpinan Komisariat (PK), Pimpinan Cabang (PC), Dewan Pimpinan Daerah (DPD), dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Komisariat ialah kesatuan anggota dalam suatu fakultas/akademi atau tempat tertentu. Cabang ialah kesatuan komisariat-komisariat dalam suatu Daerah Tingkat II atau daerah tertentu. Daerah ialah kesatuan cabang-cabang dalam suatu Propinsi/Daerah Tingkat I. Pusat ialah kesatuan daerah-daerah dalam Negara Republik Indonesia. Sebagai salah satu organisasi otonom Muhammadiyah, maka masing-masing level dari susunan organisasi tersebut mempunyai hubungan keorganisasian yang horizontal dengan Pimpinan Muhammadiyah. DPP IMM dengan PP Muhammadiyah; DPD IMM dengan PW Muhammadiyah; PC IMM dengan PD Muhammadiyah; dan PK IMM dengan PC/PR Muhammadiyah.
Adapun struktur organisasi IMM, berdasarkan hasil Muktamar IX di Medan adalah sebagai berikut. Mulai dari tingkat DPP sampai PK terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal --khusus untuk DPP, sedang untuk DPD sampai PK: Sekretaris Umum--, Bendahara Umum (bersama dua wakilnya); ditambah dengan beberapa Ketua Bidang dan Sekretaris Bidang (Organisasi, Kader, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Hikmah. Sosial Ekonomi, dan Immawati). Struktur organisasi ini dibantu oleh sebuah biro, beberapa lembaga studi, dan dua korps (Biro Kerjasama Luar Negeri dan Hubungan Iternasional [hanya ada di DPP]; Lembaga Studi Kelembagaan dan Pengembangan Organisasi; Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Kader; Lembaga Pengembangan Ilmu Agama dan Sosial Budaya; Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Penerapan Teknologi; Lembaga Pers IMM [hanya ada di tingkat DPP dan DPD]; Lembaga Pengkajian Strategi dan Kebijakan; Lembaga Kesejahteraan Rakyat dan Lingkungan Hidup; Lembaga Studi dan Pengembangan Ekonomi Ummat [istilah lembaga hanya untuk DPP dan DPD, sedang di PC menggunakan istilah departemen]; Korps Instruktur [hanya ada di tingkat DPP sampai PC]; dan Korps Immawati). Kemudian di tingkat PK, departemen yang ada adalah: Departemen Organisasi, Kader, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Hikmah, dan Sosial Ekonomi.

Program Kerja

Secara umum program kerja IMM dilaksanakan untuk memantapkan eksistensi organisasi demi mencapai tujuannya, "mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah" (AD IMM Pasal 6). Untuk menunjang pencapaian tujuan IMM tersebut, maka perencanaan dan pelaksanaan program kerja diorientasikan bagi terbentuknya profil kader IMM yang memiliki kompetensi dasar aqidah, kompetensi dasar intelektual, dan kompetensi dasar humanitas . Sebagai organisasi yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan, maka program kerja IMM pada dasarnya tidak bisa lepas dari tiga bidang garapan tersebut. Perencanaan dan pelaksanaan program kerja tersebut memiliki stressing yang berbeda-beda (berurutan dan saling menunjang) pada masing-masing level kepemimpinan.
  • Di tingkat Komisariat: kemahasiswaan, perkaderan, keorganisasian, kemasyarakatan.
  • Di tingkat Cabang: Perkaderan, kemahasiswaan, keorganisasian, kemasyarakatan.
  • Di tingkat Daerah: keorganisasian, kemasyarakatan, perkaderan, kemahasiswaan.
  • Di tingkast Pusat: Kemasyarakatan, keorganisasian, perkaderan, kemahasiswaan.
Berkaitan dengan program kerja jangka panjang, maka sasaran utamanya diarahkan pada upaya perumusan visi dan peran sosial politik IMM memasuki abad XXI. Hal ini tidak lepas dari ikhtiar untuk memantapkan eksistensi IMM demi tercapainya tujuan organisasi (lihat AD IMM Pasal 6). Sasaran utama dan program jangka panjang ini merujuk pada dan melanjutkan prioritas program yang telah diputuskan pada Muktamar VII IMM di Purwokerto (1992). Program dimaksud menetapkan strategi pembinaan dan pengembangan organisasi secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan selama lima periode muktamar IMM.
Periode Muktamar IX diarahkan pada pemantapan konsolidasi internal (organisasi, pimpinan, dan program) dengan meningkatkan upaya pembangunan kualitas institusional dan pemantapan mekanisme kaderisasi dalam menghadapi perkembangan situasi sosial politik nasional yang semakin dinamis. Periode Muktamar X diarahkan pada penguatan orientasi kekaderan dengan meningkatkan mutu sumber daya kader sebagai penopang utama kekuatan organisasi dalam transformasi sosial masyarakat. Periode Muktamar XI diarahkan pada penguatan peran institusi organisasi baik secara internal (pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan pembaruan dan amal usaha Muhammadiyah) maupun eksternal (kader umat dan kader bangsa).
Periode Muktamar XII diarahkan pada pemantapan peran IMM dalam wilayah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara memasuki era globalisasi yang lebih luas. Periode Muktamar XIII diarahkan pada pemberdayaan institusi organisasi serta pemantapan peranan IMM dalam kehidupan sosial politik bangsa.
Kemudian pelaksanaan program jangka panjang itu memiliki sasaran khusus pada masing-masing bidangnya. Bidang Organisasi diarahkan pada terciptanya struktur dan fungsi organisasi serta mekanisme kepemimpinan yang mantap dan mendukung gerak IMM dalam mencapai tujuannya. Program konsolidasi gerakan IMM juga diarahkan bagi terciptanya kekuatan gerak IMM baik ke dalam maupun ke luar sebagai modal penggerak bagi pengembangan gerakan IMM. Bidang Kaderisasi diarahkan pada penguatan tiga kompetensi dasar kader IMM (aqidah, intelektual, dan humanitas) yang secara dinamis mampu menempatkan diri sebagai agen pelaku perubahan sosial bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi diarahkan pada pembangunan budaya iptek dan penguatan paradigma ilmu yang melandasi setiap agenda dan aksi gerakan IMMdalam menyikapi tantangan zaman. Bidang Hikmah diarahkan pada penguatan peran sosial politik IMM di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam peran serta dan partisipasi sosial politik generasi muda (mahasiswa). Bidang Sosial Ekonomi diarahkan pada penumbuhkembangan budaya dan wawasan wiraswasta di lingkungan IMM, terutama dalam membangun dan memberdayakan potensi ekonomi kerakyatan. Bidang Immawati diarahkan pada upaya penguatan jati diri dan peran aktif sumber daya kader puteri IMM dalam transformasi sosial menuju masyarakat utama.

Pimpinan

Tingkatan Kepemimpinan

  • DPP (Dewan Pimpinan Pusat) berkedudukan di Ibukota Indonesia
  • DPD (Dewan Pimpinan Daerah) berkedudukan di Ibukota Provinsi
  • PC (Pimpinan Cabang) berkedudukan di Ibukota Kabupaten
  • PK (Pimpinan Komisariat) berkedudukan di Fakultas/Universitas
Selain itu, IMM juga mempunyai lembaga pimpinan yang dinamakan dengan KORKOM (koordinator komisariat) yang dibentuk di suatu universitas yang mempunyai komisariat lebih dari 2. Tugasnya adalah untuk mengkoodinir dan membantu kerja Pimpinan Cabang di suatu Universitas.
Ketua umum periode 2008-2010 adalah Rusli Halim Fadli.