Senin, 28 Maret 2011

Resume Etika Politik

ETIKA POLITIK
Berbicara mengenai etika tentu tidak lepas dari apa yang kita. lakukan sehari-hari. Perilaku yang kita lakukan dalam kehidupan bermasyarakat haruslah memperhatikan tiga unsur yaitu bermoral, mempunyai nilai dan tentunya harus sesuai dengan norma yang ada, baik itu norma-norma sosial yang ada maupun norma-norma keagamaan. Dalam tulisan kita akan membahas mengenai etika politik yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Kita tahu bahwa Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem demokrasi, dimana kebebasan berpendapat pada setiap warga Negara tdak lagi menjadi hal yang tabu, tapi kini setiap orang berhak mengeluarkan pendapat mereka selama itu masih dalam batas kewajaran. Hal ini kemudian menjadi tameng untuk para politisi dinegri ini semakin merajalela mengeluarkan pendapat yang sifatnya kadang memjurus kearah yang negatif. Hal ini dapat kita buktikan sendiri dengan banyaknya para politisi yang terang-terangan mengeluarkan pendapat yang menyinggung orang lain dengan maksud menjatuhkan lawan politiknya tersebut. Dewasa ini dunia politik tak lagi menjadi pembelajaran yang bermamfaat bagi masyarakat, apalagi dalam hal beretika. Tak ada lagi pertimbangan mengenai moral, tak ada lagi nilai-nilai yang dapat diambil, dan tak ada lagi norma-norma yang harus diperhatikan. Yang ada adalah kebebasan yang kebablasan. Bahkan sekarang ini seorang Presiden saja bisa digosipkan oleh lawan politiknya. Hal inilah yang melahirkan istilah dikalangan politikus yaitu Politisasi Gosip. Selain itu dalam hal kampanye pilkada juga kita sering melihat masing-masing kandidat seringkali saling menyindir satu sama lain, bahkan merekan tidak segan-segan ntuk melakukan pembunuhan karakter terhadap lawan politiknya. Kalau kita mau berbicara tentang etika berpolitik saat ini rasanya sangat tidak cocok, karena yang ada adalah takan ada lagi etika yang dapat menjadi tauladan bagi kita untuk dijadikan pembelajaran, melainkan kini hanya menjadi berita yang tak ubahnya infoteiment yang menebar gosip kemana-mana. Gosip yang menjadi hiburan bagi masyarakat sekaligus bahan tertawaan masyarakat dan celaan yang tak pantas lagi dijadikan pelajaran. Inikah Etika Berpolitik Negara ini..???.
Kalau kita bicara tentang etika politik, kita harus tahu terlebih dahulu apasih etika itu? Menurut Dr. Sunoto dalam bukunya mengenal filsafat Pancasila, mendifinisikan Etika adalah filsafat kesusilaan dan kesusilaan tersebut berasal dari dalam diri manusia dan memberi pengaruh luar. Masih banyak lagi definisi tentang Etika diantaranya filsafat moral dan moral adalah berasal dari kata mores yang artinya adat istiadat. Adat istiadat ialah suatu yang ada di luar diri manusia dan memberi pengaruh ke dalam. Oleh karena itu kita bisa sedikit menyimpulkan bahwa etika itu membicarakan tentang seluruh kepribadian baik hati nurani, ucapan dan perbuatan manusia baik sebagai pribadi ataupun sebagai kelompok. Meskipun hati nurani adalah yang paling penting, tetapi ia adalah yang paling sukar untuk di ketahui. Suatu pepatah mengatakan dalamnya laut bisa di duga, dalamnya hati siapa yang tahu. Orang yang tampaknya tenang, belum tentu tidak mempunyai persoalan. Itulah sekilas tentang etika. Setelah kita sekilas paham tentang etika, kita harus menelusuri apasih definisi tentang politik itu? sendiri. Mari kita mulai dengan mencari tahu geneologis tentang politik. Menurut Aristoteles dalam Nichomachean Ethics, politik adalah sesuatu yang indah dan terhormat. Sedangkan menurut Plato dalam bukunya, Republic, politik itu agung dan mulia, yakni sebagai wahana membangun masyarakat utama. Sebuah masyarakat berkeadilan yang terwujud dalam tatanan sosial yang berlandaskan pada hukum, norma, dan aturan sehingga tercipta keadilan, kesejahteraan dan kemaslahatan umum. Atau, dengan ungkapan lain, politik bagi Plato, adalah jalan mencapai apa yang disebut a perfect society; dan bagi Aristoteles adalah cara meraih apa yang disebut the best possible system that could be reached (Hacker, 1961).
Sedangkan politikus adalah kumpulan negarawan yang dengan kearifan dan kebijakannya mampu melahirkan gagasan-gagasan luhur yang memberi pencerahan kepada masyarakat. Dan, bagi politikus, ada tiga tugas yang diembannya. Pertama, sebagai legal drafter, yaitu pembuat undang-undang yang menjamin tegaknya keadilan sosial dan keteraturan hidup bermasyarakat. Kedua, sebagai policy maker, yaitu memiliki kesanggupan merumuskan kebijakan-kebijakan strategis yang memihak kepentingan publik. Ketiga, sebagai legislator, yaitu sebagai penyambung lidah rakyat, guna mengartikulasikan aspirasi dan menyuarakan kepentingan konstituennya.
Untuk menunaikan tugas-tugas itu, para politikus dituntut untuk memiliki beberapa kriteria: Pertama, memiliki pengetahuan dan wawasan bernegara yang luas dan mendalam. Kedua, memiliki kearifan dan kebijakan yang melahirkan inspirasi. Ketiga, memiliki kepribadian dan perilaku terpuji yang layak diteladani. Tidak heran, para politisi yang duduk di parlemen lazim disebut "anggota dewan terhormat", sebuah sebutan yang sarat dengan sanjungan yang bernada memuliakan.
Jadi bisa disimpulkan bahwa Etika politik adalah upaya untuk semakin memperluas lingkup kebebasan dan menciptakan institusi-institusi yang lebih adil". Definisi ini mengacu pada:
Pertama, lingkup kebebasan yang dimaksud tentu saja adalah kebebasan sosial-politik, artinya syarat-syarat fisik, sosial dan politik yang perlu untuk pelaksanaan kongkret kebebasan, termasuk jaminan terhadap hak-hak. Ini mencakup kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan sebagainya.
Kedua, menciptakan institusi-institusi yang lebih adil. Mengapa keadilan menjadi keutamaan terpenting dari institusi sosial? Ini tidak bisa dilepaskan dari struktur masyarakat.
Tetapi sangat-sangat disayangkan dalam kenyataan sehari-hari di panggung politik, hingga kini, praktek politik tidaklah seindah dan terhormat sebagaimana dalam bayangan pemikiran para filosof klasik yang sarat dengan muatan etika politik modern itu.
Kita bisa mengambil contoh saja para elit politik dengan sangat gampang berubah sikap politik, hari ini ke utara besuk berubah ke selatan. Apakah ini yang di namakan etika politik? Tidak kan, sekarang yang timbul pertanyaan adalah apakah para politikus tidak memahami etika politik? Tampaknya, kebobrokan perilaku elite politik bukan terletak pada kurangnya pemahaman terhadap etika politik, melainkan karena kemiskinan refleksinya. Etika politik tidak direfleksikan secara jernih lalu dikembangkan untuk kemaslahatan umum, melainkan disempitkan hanya untuk kepentingan pribadi dan golongan. Politik adalah agung dan mulia dalam nilai-nilai universalitasnya, tetapi disempitkan hanya untuk mendapatkan hasil secara ekonomis.
Padahal sebenarnya tujuan dari etika politik itu sendiri adalah mengarah ke hidup lebih baik, bersama dan untuk orang lain, dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil. Tetapi realitasnya, penyelenggaraan negara direduksi menjadi manajemen kepentingan individu dan kelompok. Politik tidak lagi seperti yang dikatakan Hannah Arendt sebagai seni untuk mengabadikan diri dengan menjamin kebebasan setiap individu dan mengupayakan kesejahteraan.

Sedangkan etika politik merupakan masalah etika sosial, tidak bisa dilepaskan dari tindakan kolektif dan struktur sosial. Maka, tidak cukup bahwa premis normanya sahih. Masih harus ada syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat. Meskipun seseorang mempunyai gagasan bagus belum tentu bisa diterapkan dalam tindakan kolektif. Perlu proses persuasi agar bisa diterima oleh sebanyak mungkin anggota masyarakat.

Jadi hubungan antara visi dan tindakan tidak langsung, harus melalui mediasi (perantara). Mediasi ini berupa simbol-simbol dan nilai-nilai, simbol-simbol agama, demokrasi, nilai-nilai keadilan, solidaritas, kebebasan. Nilai-nilai dan simbol-simbol itu mengantar kepada kesepakatan untuk bertindak. Etika politik erat terkait dengan motivasi, sarana dan tujuan tindakan kolektif (subyektif). Akan tetapi, ada faktor obyektif tindakan kolektif, yaitu struktur sosial. Struktur sosial mengkondisikan tindakan kolektif, mempermudah atau menghambat.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa etika politik mengandalkan pemahaman dialektika aktor dan struktur sosial, artinya struktur-struktur sosial hanya ada karena diciptakan, dihidupi, dipelihara oleh pelaku-pelaku sosial, maka perubahan struktur sosial pun hanya bisa dilakukan oleh pelaku-pelaku sosial, sebaliknya, pelaku sosial, kendati bebas, dikondisikan oleh struktur-struktur sosial tersebut. Dimensi moral berhadapan dengan struktur-strukur sosial tersebut terletak di dalam pilihan-pilihan orang akan tatanan sosial, politik atau ekonomi yang ingin diwujudkan dalam kehidupan bersama.
Paul Ricocur dengan tajam mendefinisikan etika politik. "
Dalam struktur masyarakat sudah terkandung berbagai posisi sosial. Posisi dan harapan masa depan yang berbeda-beda itu sebagian ditentukan oleh sistem politik dan kondisi sosial ekonomi. Institusi-institusi sosial tertentu mendefinisikan hak-hak dan kewajiban serta mempengaruhi masa depan hidup setiap orang. Jadi institusi-institusi itu sudah merupakan sumber kepincangan karena sudah merupakan titik awal keberuntungan bagi yang satu dan sumber kemalangan bagi yang lain. Maka, etika politik harus mengupayakan cara-cara yang memungkinkan institusi-institusi sosial mendistribusikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dasariah serta menentukan pembagian keuntungan hasil kerja sama sosial. Keadilan yang diarah bukan ingin menghapus ketidaksamaan, melainkan berusaha memastikan terjaminnya kesempatan sama sehingga kehidupan seseorang tidak ditentukan oleh keadaan tetapi ditentukan oleh pilihannya.
Apakah Etika Politik itu ?
Tujuan etika politik adalah mengarahkan ke hidup baik, bersama dan untuk orang lain, dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil (Paul Ricoeur, 1990). Definisi etika politik membantu menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif, dan struktur-struktur yang ada. Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar etika individual perilaku individu dalam bernegara. Pengertian etika politik dalam perspektif Ricoeur mengandung tiga tuntutan, pertama, upaya hidup baik bersama dan untuk orang lain...; kedua, upaya memperluas lingkup kebebasan..., ketiga, membangun institusi-institusi yang adil. Tiga tuntutan itu saling terkait. "Hidup baik bersama dan untuk orang lain" tidak mungkin terwujud kecuali bila menerima pluralitas dan dalam kerangka institusi-institusi yang adil. Hidup baik tidak lain adalah cita-cita kebebasan: kesempurnaan eksistensi atau pencapaian keutamaan. Institusi-institusi yang adil memungkinkan perwujudan kebebasan dengan menghindarkan warganegara atau kelompok-kelompok dari saling merugikan. Sebaliknya, kebebasan warganegara mendorong inisiatif dan sikap kritis terhadap institusi-institusi yang tidak adil. Pengertian kebebasan yang terakhir ini yang dimaksud adalah syarat fisik, sosial, dan politik yang perlu demi pelaksanaan kongkret kebebassan atau disebut democratic liberties: kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan sebagainya.
Dalam definisi Ricoeur, etika politik tidak hanya menyangkut perilaku individual saja, tetapi terkait dengan tindakan kolektif (etika sosial). Dalam etika individual, kalau orang mempunyai pandangan tertentu bisa langsung diwujudkan dalam tindakan. Sedangkan dalam etika politik, yang merupakan etika sosial, untuk dapat mewujudkan pandangannya dibutuhkan persetujuan dari sebanyak mungkin warganegara karena menyangkut tindakan kolektif. Maka hubungan antara pandangan hidup seseorang dengan tindakan kolektif tidak langsung, membutuhkan perantara. Perantara ini berfungsi menjembatani pandangan pribadi dengan tindakan kolektif. Perantara itu bisa berupa simbol-simbol maupun nilai-nilai: simbol-simbol agama, demokrasi, dan nilai-nilai keadilan, kebebasan, kesetaraan, dan sebagainya. Melalui simbol-simbol dan nilai-nilai itu, politikus berusaha meyakinkan sebanyak mungkin warganegara agar menerima pandangannya sehingga mendorong kepada tindakan bersama. Maka politik disebut seni karena membutuhkan kemampuan untuk meyakinkan melalui wicara dan persuasi, bukan manipulasi, kebohongan, dan kekerasan. Etika politik akan kritis terhadap manipulasi atau penyalahgunaan nilai-nilai dan simbol-simbol itu. Ia berkaitan dengan masalah struktur sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang mengkondisikan tindakan kolektif.

Etika politik vs Machiavellisme
Tuntutan pertama etika politik adalah "hidup baik bersama dan untuk orang lain". Pada tingkat ini, etika politik dipahami sebagai perwujudan sikap dan perilaku politikus atau warganegara. Politikus yang baik adalah jujur, santun, memiliki integritas, menghargai orang lain, menerima pluralitas, memiliki keprihatinan untuk kesejahteraan umum, dan tidak mementingkan golongannya. Jadi, politikus yang menjalankan etika politik adalah negarawan yang mempunyai keutamaan-keutamaan moral. Dalam sejarah filsafat politik, filsuf seperti Socrates sering dipakai sebagai model yang memiliki kejujuran dan integritas. Politik dimengerti sebagai seni yang mengandung kesantunan. Kesantunan politik diukur dari keutamaan moral. Kesantunan itu tampak bila ada pengakuan timbal balik dan hubungan fair di antara para pelaku. Pemahaman etika politik semacam ini belum mencukupi karena sudah puas bila diidentikkan dengan kualitas moral politikus. Belum mencukupi karena tidak berbeda dengan pernyataan. "Bila setiap politikus jujur, maka Indonesia akan makmur". Dari sudut koherensi, pernyataan ini sahih, tidak terbantahkan. Tetapi dari teori korespondensi, pernyataan hipotesis itu terlalu jauh dari kenyataan (hipotetis irealis).
Etika politik, yang hanya puas dengan koherensi norma-normanya dan tidak memperhitungkan real politic, cenderung mandul. Namun bukankah real politic, seperti dikatakan Machiavelli, adalah hubungan kekuasaan atau pertarungan kekuatan? Masyarakat bukan terdiri dari individu-individu subyek hukum, tetapi terdiri dari kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan yang saling berlawanan. Politik yang baik adalah politik yang bisa mencapai tujuannya, apa pun caranya. Filsuf Italia ini yakin tidak ada hukum kecuali kekuatan yang dapat memaksanya. Hanya sesudahnya, hukum dan hak akan melegitimasi kekuatan itu. Situasi Indonesia saat ini tidak jauh dari gambaran Machiavelli itu. Politik dan moral menjadi dua dunia yang berbeda. Etika politik seakan menjadi tidak relevan. Relevansi etika politik terletak pada kemampuannya untuk menjinakkan kekuatan itu dan mengatur kepentingan-kepentingan kelompok dengan membangun institusi-institusi yang lebih adil.
Etika politik di andonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar